Halo, kali ini saya datang dengan tantangan menulis bersama dengan Mpah, teman saya dari komunitas buku yang sekarang mengeksis di blog
Flying Without Limit.
Jadi, akan ada tema mingguan yang sudah kami sepakati bersama. Tema besarnya adalah pengalaman pertama. Karena itu, judul dari tantangan ini adalah "Cerita Pertama" :)
Topik pertama yang akan kami bahas adalah mengenai cerita pertama saat pindah sekolah. Kebetulan kami sama-sama pernah mengalami pindah sekolah. Terjadi waktu masih di sekolah dasar, dan untuk saya, juga saat SMA. Eh, sebenarnya saya lupa cek kembali sih, kapan Mpah pindah sekolahnya XD
Saya sebenarnya beberapa kali berpindah sekolah. Saat TK, saya pernah di Jakarta, Manado, dan mungkin kota lainnya yang saya gak ingat. Saya cuma ingat satu kali saya pernah disuruh bawa gelas, sikat gigi, dan odol ke sekolah. Aneh banget buat saya, apalagi saat kami diminta sikat gigi bersama di lapangan. Ada keran tapi penuh karat gitu dan saya kan rada jijikan, jadi saya malahan gak sikat gigi lalu dimarahin sama guru.
Kejadian pindah sekolah yang benar-benar 'berasa' buat saya adalah saat saya SD, masuk ke sekolah berasrama. Terus terang, awalnya saya cukup bersemangat untuk tinggal di asrama karena bayangan saya untuk sekolah asrama adalah seperti buku Enid Blyton.
Dalam bayangan saya, kami akan menikmati waktu bersama-sama, menikmati kegiatan
outdoor dan juga tentunya, pesta tengah malam!
Ternyata, ada hal lain yang sebenarnya dibahas tapi gak terlalu saya perhatikan awalnya. Contohnya adalah kegiatan bangun pagi yang melelahkan. Makan pagi yang terburu-buru karena waktu mepet. Makanan yang gak sesuai harapan dan ekspetasi. Tugas-tugas seperti membersihkan halaman, membersihkan ruangan tertentu, dan juga mengurus barang-barang kita sendiri.
Selain perbedaan kultur juga, sebenarnya ada perbedaan zaman. Kalau di dalam buku yang saya baca, tidak ada cerita menyusupkan
handphone dan patungan sama teman biar bisa SMS-an sama pacar, hahaha. Kebetulan saya dulu tinggal di asrama sekolah Katolik, jadi peraturannya memang lebih ketat. Tapi namanya juga manusia, pasti ada aja caranya buat mencari celah :P
Awal saya masuk ke asrama, tentu saja saya harus melakukan adaptasi. Selain saya akan memulai sekolah di tempat baru, saya juga akan tinggal di tempat yang baru.
Saya tinggal di asrama putri tapi untuk sekolah, sekolahnya masih sekolah umum jadi masih bisa bertemu dengan orang lain selain teman-teman asrama.
Berhubung saat ini akan bercerita tentang pengalaman pindah, saya akan berbagi tentang hal yang menurut saya jadi bagian tidak mengenakkan terlebih dulu.
Pertama, mengubah pola hidup sesuai aturan. Berhubung saya sebagai anak tergolong bebas, aturan di asrama terus terang membuat saya kaget pada awalnya.
Di rumah saya bisa pergi keluar rumah sore-sore, di asrama tentu tidak bisa. Jika di rumah saya bisa makan indomie sesuka hati saya, di asrama indomie hanya
mungkin ada di hari Minggu.
Kalau di rumah saya tidak pernah mencuci baju atau beberes rumah, tentu di asrama saya harus melakukan hal tersebut.
Kedua, belajar toleransi. Ini salah satu poin terpenting yang harus saya akui cukup mengubah saya. Teman-teman saya bilang kalau saya itu tergolong preman pada masanya. Galak, cuek, gak peduli sama orang lain, cenderung lebih seneng sendiri.
Saya gak berubah langsung jadi orang yang pengertian dan penyabar. Yang jelas, pola pikir saya berubah. Saya jadi semakin terbiasa jika ada orang yang berbeda. Sekaligus mengerti bahwa tidak ada orang yang benar-benar baik atau benar-benar jahat.
Berhubung tinggal di asrama berarti benar-benar terhubung satu sama lain, saya jadi belajar menerima bahwa kita tetap harus berkomunikasi dengan orang lain walau kita gak suka.
Ketiga, perubahan status. Bukan status pernikahan, ya. Berhubung saya besar di asrama, menghabiskan sekian puluh tahun di sana, sejujurnya saya lebih anak JakTim (daerah asrama saya) daripada anak JakBar (daerah rumah saya).
Setelah lulus, saya memang tinggal di Jakarta Barat. Kerja di daerah Jakarta Barat. Tapi, percayalah, saya tidak lebih banyak menjelajah daripada saat saya masih di asrama, hahah.
Lebih jelasnya akan saya jelaskan di topik berikutnya dari tantangan menulis ini, karena masih berkaitan, hehe.
Pada intinya, perubahan itu sebenarnya mengejutkan buat saya. Di satu sisi, saya merasa perubahan ini baik. Tapi saat dijalani, bukannya mulus. Ada tantangan, ada masalah, walau semua pada akhirnya menjadi pelajaran yang menarik buat saya.
Kalau kami, apakah kamu ada pengalaman pindah sekolah juga? Cerita, yuk! Jangan lupa juga untuk mengunjungi blog Mpah >
Pengalaman Pindah Sekolah: Kok Terpencil?
Cheers,
Zis
2 Comments
Dulu pernah pengen juga sekolah asrama. Tapi, begitu SMA mau ke univ, malah nggak pengen kuliah di kampus yang mengharuskan asrama.
ReplyDeleteasrama terdengarnya seru, tapi ya menantang juga sih
Delete