I Have a Dream


Menerbitkan novel adalah impian saya sedari masih bocah. Sudah saya jadikan cita-cita, target tahunan, target bulanan, target lomba, pokoknya segala macam target sudah pernah saya coba. Tapi sampai sekarang saya belum juga menerbitkan buku.





Awalnya saya merasa bahwa itu bukanlah kesalahan saya, tapi memang waktunya saja yang tidak cocok. Kerja, kuliah, main game, jalan-jalan, selalu saja ada kendala yang menyebabkan saya tidak bisa menyelesaikan tulisan saya.





Harus saya akui, keinginan saya untuk menyabotase diri sendiri nampaknya masih terlalu besar.





Saya selalu merasa sanggup, lalu kemudian minder sendiri. Seolah selalu ada perdebatan dalam batin saya seperti ini:





Me -> "Yes, I am doing this! I can do this!"





also me -> "Hmmm.. am I? Can I?"





Begitu terus sampai akhirnya, sebelas tahun kemudian, saya masih tidak punya novel yang diterbitkan dan Friends sudah mau melaksanakan reuni mereka setelah anniversary 25 tahun. Iya, emang agak gak nyambung, tapi maksud saya adalah.. it seems like I'm not going anywhere.





Sejujurnya pun, setahun belakangan ini saya sudah memasuki fase di mana saya menyerah, saya tidak lagi memiliki impian untuk menerbitkan buku.





I'm not even tryin to write. I give up, just like that.





Ada semacam perasaan, "Ah sudahlah, saya memang tidak berbakat. Sudah saatnya berhenti membohongi diri sendiri."





Saya mulai mencari hal lain yang bisa saya lakukan, yang tidak berhubungan dengan menulis. Termasuk fotografi, yang cukup saya tekuni dan juga nikmati.





Sampai beberapa waktu yang lalu, adik saya menemukan buku Love and the City. Dia berkomentar bahwa dia suka dengan buku tersebut dan saya pun menceritakan proses saya menulis salah satu cerpen di buku tersebut.





Lalu dia bertanya, "Kenapa gak pernah nulis lagi, sih?"





Saya pun berpikir sejenak, iya juga, ya. Kenapa?





Sejauh ini, masalah saya selalu sama, yaitu belum berhasil mengalahkan kemalasan saya sendiri untuk menyelesaikan tulisan. Saya juga belum berhasil meyakini diri sendiri bahwa saya bisa menulis tulisan yang bagus dan bahwa saya tidak perlu takut tidak ada yang menyukai tulisan saya.





Dunia tidak akan serta merta runtuh cuma karena saya tidak berhasil membuat orang menyukai tulisan saya. Tapi, jika saya tidak mencoba mengalahkan kelemahan diri saya, sangat besar kemungkinan saya telah menyia-nyiakan talenta yang Tuhan berikan kepada saya.





Who knows what would it be if I have finished the task?





Mengutip dari email blast yang dikirimkan oleh salah satu atasan saya,





"Mimpi itu gratis, karena itu, ngapain musti mimpi kecil-kecil? Bermimpilah yang besar dan wujudkan mimpi itu"





Sincerely,






Post a Comment

3 Comments