Waktu yang Tepat

Seperti orang lain pada umumnya, saya pun memiliki impian. Dari yang sepele seperti besok mau makan cakwe di pasar atau bahkan yang besar, memiliki sebuah usaha sendiri yang dapat mendukung saya dalam pelayanan juga kehidupan sehari-hari.

Impian, baik yang sepele maupun yang besar, tetap saja membawa kebahagiaan bila terwujud. Dan tak peduli sekecil apapun, memerlukan sebuah usaha dalam mewujudkannya.

Saya sendiri adalah seorang yang perfeksionis, ambisius dan pesimis. Dalam merencanakan suatu hal, saya selalu berusaha agar bisa sesempurna dan sebagus mungkin. Jeleknya, saya juga pesimis sehingga mudah sekali menyerah saat apa yang saya lakukan tidak berhasil. Atau, saat hasil yang saya dapatkan tidak sesuai dengan harapan. Atau juga, saat saya merasa bahwa apa yang saya lakukan sia-sia.



Hal itu saya rasakan saat membuat sebuah project yang saya percaya akan membawa berkat bagi banyak orang. Dari awal, saya sepenuhnya sadar bahwa bukanlah hal yang mudah untuk menyukseskan project ini. Meski demikian, saya tidak menyangka bahwa 'seberat itu' perjuangan yang harus saya lakukan.

Saya merasa sendirian, tak berdaya dan menyerah dengan pemikiran, "Mungkin ini bukan panggilan saya. Mungkin ini bukanlah suatu hal yang seharusnya saya jalani. Mungkin saya bukan orang yang tepat untuk hal ini."

Sampai akhirnya saya mendengar khotbah yang dibawakan beberapa waktu yang lalu. Hari itu sedang dibahas tentang bagaimana Musa menjadi pemimpin Israel.

Diceritakan bagaimana Musa tergerak hatinya untuk menjadi penolong bagi bangsanya yang tertindas. Tapi apa daya, bangsanya menolak. Mereka tak ingin Musa menjadi pemimpin mereka. Kecewa, Musa pun pergi dan menjadi gembala domba. Sampai akhirnya Tuhan memanggil Musa kembali untuk mengemban tugas sebagai pemimpin Israel.

Musa pun tak langsung mengiyakan. Buatnya, ide tersebut sudah usang. Dia merasa sudah tahu apa yang akan terjadi. Dia tak ingin ada penolakan yang kedua. Tapi tentu saja kita tahu kelanjutan kisah tersebut. Dengan iman terhadap janji yang diberikan Tuhan kepadanya, Musa kembali dan menjadi pemimpin Israel.

[caption id="attachment_2083" align="aligncenter" width="500"]Cr: click image Cr: click image[/caption]

Tuhan menghargai setiap kerinduan kita. Terkadang, usaha yang kita lakukan dibiarkannya hancur. Tapi di waktu-Nya, apa yang kita rindukan akan diwujudkan dengan sempurna. Yang perlu kita lakukan adalah percaya dan terus berjuang dalam iman untuk mewujudkan niat baik kita.

Buat saya, ini adalah suatu penguatan. Sebuah janji yang menyejukkan, bahwa segala hal yang kita lakukan tidaklah sia-sia.

Saya sering tidak sabar untuk mendapatkan jawaban doa. Hal yang manusiawi, katanya. Padahal kalau dibiarkan, hal tersebut akan melemahkan iman. Ketidaksabaran sering mendorong munculnya ketidakpercayaan, keraguan akan jawaban dari doa.

Saya, sama halnya dengan kebanyakan orang, masih terus belajar untuk bisa bersabar. Masih terus belajar untuk setia dalam perkara kecil. Masih terus belajar untuk mengerti apa yang Tuhan mau dalam hidup saya.

Saya pun belajar untuk merelakan. Percaya penuh bahwa Tuhan tahu yang terbaik untuk saya. Yang saya inginkan, belum tentu yang paling tepat untuk saya.

Saya masih belajar menunggu dalam pengharapan. Semoga saja Tuhan memberi saya kekuatan untuk itu.

 

Sincerely,

Zelie <3

 

Post a Comment

0 Comments