Beberapa tahun yang lalu, saya senang sekali menulis "I'm a superwoman and will always be". Entah kenapa saya bisa merasa bahwa kalimat itu adalah sesuatu yang mewakili diri saya. Padahal dari dulu sampai sekarang mah saya ya seperti ini adanya. Mellow dan cepat putus asa.
Sepertinya saya menulis kalimat tersebut sebagai sebuah harapan. Sebuah doa. Semacam penyemangat untuk diri saya sendiri. Saya harus bisa menjadi kuat.
Berbagai tantangan dalam hidup memaksa saya untuk berpikir seperti itu. Dalam pikiran saya, kalau tidak kuat, saya tidak akan bisa bertahan.
Padahal kenyataannya, semakin saya berusaha untuk menjadi kuat, semakin lemah pula saya dibuatnya. Ironis, ya?
Sampai akhirnya saya tersadar bahwa pola pikir saya yang salah.
Dengan merasa kuat, sesungguhnya itulah kelemahan kita. Dengan tak mengaku lelah, kapan kita beristirahat?
"even heroes have the right to bleed..."
Menjadi kuat bukan berarti tahan sakit, tak pernah menangis, dan tak merasa putus asa.
Saat dalam masa sulit pun, saya tak mudah untuk berkata, "This too shall pass". Saya pun merasakan tekanan, saya ingin menyerah dan untuk terus berjuang bukanlah suatu hal buat saya yang pada dasarnya mudah menyerah.
Meski demikian, saya selalu berusaha mengingat kembali bahwa yang saya lakukan adalah benar. Saya berjuang untuk suatu hal yang memang layak diperjuangkan. Saya berjuang karena hasil yang akan saya dapat jauh lebih berharga daripada perjuangan saya.
Setiap kali saya hendak menyerah, saya berusaha mengingatkan diri saya sendiri, "It's all worth it in the end."
Menjadi kuat adalah tentang bagaimana meski terluka, penuh air mata dan ingin menyerah, kita tetap berjuang.
Tersenyumlah, berbahagialah karena kau tahu bahwa sebuah hadiah yang manis sudah menantimu. Percayalah, tidak ada perjuangan yang sia-sia.
Sincerely,
Zelie <3
1 Comments
[…] dulu selalu menyebut diri “super woman and will always be” sebelum akhirnya menyesal. Toh ternyata saya masih sering merasa saya diri super woman. Yak, saya memang selabil […]
ReplyDelete