
Judul: Charlie and the Chocolate Factory
Sutradara: Tim Burton
Penulis Skenario: John August
Cast: Johnny Depp, Freddie Highmore, David Kelly
Tahun rilis: 2005
Charlie adalah seorang anak yang tumbuh di keluarga yang sangat sederhana. Di rumahnya, keempat kakek-neneknya tidur di satu ranjang dengan saling berhadapan satu sama lain. Charlie sendiri tidur di loteng rumah yang seadanya.
Charlie sangat kagum dengan pabrik cokelat Willy Wonka. Ayahnya yang bekerja di pabrik odol selalu membawakan tutup odol yang cacat sehingga Charlie bisa menyusunnya menjadi sebuah replika pabrik cokelat tersebut.
Kakek-nenek Charlie sangat senang bercerita. Charlie paling senang saat Grandpa Joe bercerita tentang pengalaman dia bekerja di pabrik cokelat Willy Wonka. Karena pengkhianatan yang terus terjadi, akhirnya pabrik tersebut tutup dalam waktu yang sangat lama. Saat akhirnya pabrik kembali berjalan, tidak ada yang tahu siapa yang bekerja di dalamnya. Tidak pernah ada yang terlihat keluar atau masuk ke dalam pabrik.
Sampai akhirnya muncul sebuah kabar bahwa Willy Wonka akan memberikan kesempatan pada 5 orang anak yang beruntung untuk berkeliling di dalam pabriknya. 5 tiket emas telah disematkan pada cokelat Willy Wonka yang disebarkan ke seluruh dunia. Semua orang pun berburu cokelat tersebut dan berharap menjadi orang yang beruntung. Tentu saja termasuk Charlie, yang sangat berharap bisa masuk ke dalam pabrik tersebut. Grandpa Joe juga akan sangat senang.
Selebihnya bisa ditonton langsung atau bisa juga cek review saya untuk bukunya di sini: Charlie dan Pabrik Cokelat Ajaib.
Sekarang, saya akan menyampaikan pendapat saya tentang film yang sudah saya tonton.
Sejujurnya, dari bagian pembukaannya, saya sudah merasa gak sreg. Adegannya menimbulkan efek suram, gak ceria seperti yang saya harapkan. Tapi saya pikir, okelah. Siapa tahu itu cuma sebagian kecil.
Ternyata, semakin saya tonton, saya semakin tidak tertarik. Yang paling bikin saya kecewa adalah Willy Wonka di film ini terkesan culas, angkuh dan nyebelin. Sementara saya sangat sangat sangat suka dengan Willy Wonka yang ceria, bahkan menjadikan dia sebagai salah satu Book Boyfriend.
Saya juga gak suka dengan Oopa Loompa di film ini. Gak unyu, malah jadi kesannya creepy. Seriusan. Dandanan dan ekspresi mereka malah menimbulkan kesan dingin, gak jenaka.
Ah, mungkin saya harus berhenti menonton adaptasi film dari buku Roald Dahl karena sebelumnya saya menonton adaptasi film Matilda dan gak bisa berhenti ngomel.
Buat saya sendiri, perubahan cerita adalah suatu hal yang tak terhindarkan saat buku diangkat menjadi film. Yang saya gak ngerti adalah kenapa sampai terjadi perubahan karakter. Jadinya, saya gak bisa menikmati filmnya, deh.
Meski demikian, saya tetap tertarik pengin nonton Willy Wonka & the Chocolate Factory. Apalagi karena Roald Dahl juga menjadi penulis skenarionya. Semoga saja berhasil memulihkan kekecewaan saya setelah nonton versi tergres ini XD
Rate:

3 Comments
Oh this classic
ReplyDeletememang film adaptasi dari novel kebanyakan mengecewakan pembaca novelnya. tak jarang juga malah merusak imajinasi pembacanya hehe.
ReplyDelete[…] Padahal, kalau dipikir-pikir buku tersebut tidaklah memiliki klimaks, layaknya buku anak-anak lainnya. Mungkin itu juga alasan mengapa banyak sekali penyesuaian yang dibuat dalam film adaptasinya. […]
ReplyDelete