"Chei, aku mau kasih kamu satu tema buat ditulis. Boleh gak?"
"Boleh aja. Apa?"
"Are you happy now?"
Kurang lebih seperti itu percakapan saya dengan teman saya, Ellisa, beberapa saat yang lalu. Saya menyanggupinya dengan pemikiran, "Ah, itu bukan suatu hal yang sulit dijawab."
Meski begitu, saya sadar bahwa pertanyaan tersebut sulit untuk dijawab secara objektif. Ada kata 'now' di dalamnya. Bisa saja beberapa menit sebelum mulai menulis saya merasa bahagia lalu saat saya menulis, terjadi hal yang membuat saya tidak lagi sebahagia sebelumnya.
Kata 'now' alias 'sekarang' memang punya peran yang penting dalam hidup, terutama dalam hal kebahagiaan.
Ada orang yang sibuk mengejar kebahagiaan sehingga tak sadar bahwa bahagia sudah ada di depan mata.
Ada yang sibuk menanti sehingga tak mengerti bahwa ia hanya perlu mengundang kebahagiaan untuk masuk.
Ada juga yang telah dibutakan oleh perasaan tak berbahagia sehingga tak tahu bahwa ia hanya perlu membuka matanya untuk melihat bahagia.
Dan, ada juga yang seperti saya, tidak begitu yakin tentang arti kebahagiaan sehingga tak bisa menjawab dengan pasti, "Apakah saat ini saya berbahagia?"
Is that true?
Dulu, saya berpikir bahwa saya tidak berbahagia karena saya terlalu memikirkan perasaan orang lain. Lalu saya beranggapan, mungkin kita akan berbahagia saat kita tidak ambil pusing dengan perasaan orang lain.
Sekarang, saya belajar bahwa hal tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Mungkin lebih tepat kalau saya ubah sedikit kalimatnya menjadi, "The less you worry, the happier you will be".
Terkadang kekhawatiran timbul saat kita terlalu memedulikan suatu hal. Kita takut tidak bisa memberikan yang terbaik. Kita takut kecewa. Kita takut mendapat reaksi atau tanggapan tak sesuai harapan.
Dan, itulah yang sempat saya rasakan.
Secara jujur, saya bukanlah orang yang 'hangat'. Sepertinya saya terlalu sibuk berusaha mengatur perasaan sehingga sering pengungkapan perasaan saya muncul di saat yang tak tepat. Terlalu cepat, terlalu lama atau bahkan tak muncul sama sekali.
It's quite depressing.
Saya merasa sulit menemukan orang yang benar mengerti saya. Padahal sebenarnya hal tersebut bukan murni kesalahan mereka. Sebagian besar pergolakan batin saya timbul dari diri sendiri.
Saya merasa berkewajiban mengerti apa yang orang inginkan saat berinteraksi dengan saya. Saya merasa bahwa saya tahu apa yang orang lain pikirkan tentang saya. Saya merasa bahwa saya harus menjadi seperti yang orang lain inginkan.
Di sisi lain, tak jarang saya merasa bahwa saya berhak mengutarakan pendapat. Saya harus jujur tentang apa yang saya rasakan. Saya harus membiarkan orang lain mengerti apa yang saya pikirkan.
Sayangnya, terlalu sering pergolakan tersebut terjadi dalam diri saya. Dalam menghadapi suatu hal, saya sering merasakan perdebatan di dalam diri saya sendiri.
Dan itu, membuat saya tidak berbahagia.
Selama acara tersebut berlangsung, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan, saya belajar banyak tentang kebahagiaan.
Saya semakin diyakinkan bahwa bahagia memang sebuah pilihan. Cara yang paling tepat agar bisa memilih untuk terus berbahagia adalah dengan mencari sumber kebahagiaan, yaitu Tuhan.
Selama ini, saya merasa bahwa tidak berbahagia adalah kesalahan saya sehingga saya harus menyelesaikannya sendiri.
Yah, memang tidak sepenuhnya salah.
Saya harus memilih berbahagia, namun bukan dengan kekuatan saya sendiri. Saya harus memilih berbahagia karena itulah yang Tuhan inginkan. Saya harus memilih berbahagia karena Tuhan sangat mengasihi saya dan tidak ada bukti yang menyatakan sebaliknya.
Manusia, termasuk saya, sering terlalu sibuk mengingat hal yang tidak sesuai dengan harapan dan melupakan apa yang paling penting. Dan hal yang paling penting adalah, untuk selalu mengucap syukur meski sedang merasa tidak bisa. Bahkan, sangatlah penting untuk mengucap syukur di saat yang paling sulit untuk melakukannya.
So, am I happy now?
Saya akan jujur. Kalau saya menjawab ini beberapa waktu yang lalu, saya akan menjawab "Ya" walau tak benar-benar merasakannya.
Saat ini, saya dengan tulus mengatakan bahwa saya berbahagia.
Untuk kehidupan dan juga diri saya yang tidak sempurna. Saya berbahagia bahwa dalam ketidaksempurnaan, saya terus diingatkan bahwa saya membutuhkan Tuhan untuk menjadi sempurna dan berbahagia sepenuhnya.
Akan ada hal yang sulit saya mengerti, sulit saya ubah atau bahkan sulit saya terima. Bahkan mungkin hal tersebut akan tetap seperti itu entah sampai kapan.
Yang jelas saat ini (dan sebisa mungkin seterusnya), saya memilih untuk berbahagia.
Saya punya Tuhan, keluarga, dan orang-orang yang mengasihi saya jauh lebih dari yang saya bisa harapkan. Saya tidak akan lagi membiarkan yang jahat membuat saya merasa bahwa saya tidak layak berbahagia :)
What about you? Are you happy now? Please choose to be happy. You won't regret it ;)
Love,
Zelie
3 Comments
Baru liat chei >.< ngeliat post ini jadi diingatkan kembali juga sama 1 quote yang pernah gw baca "Flow with whatever is happening and let your mind be free. Stay centered by accepting whatever you're doing. This is the ultimate." Agak lupa sama source nya ^^; Memang balik lagi ya bagaimana kita react to whatever's happening in our surrounding, dan pada akhirnya bahagia itu juga merupakan suatu pilihan.
ReplyDeleteThanks for the reminder ;)
Sama-sama, kwaaa. Maaf jugaa baru baleess. Hahaha.
ReplyDeleteSemangaat buat berbahagia selalu XD
[…] percaya bahwa bahagia adalah pilihan dan bahwa bahagia adalah suatu bentuk ucapan […]
ReplyDelete