Salah satu nasihat kakak yang selalu saya ingat adalah "Jangan jatuh cinta pada harapan."
Selalu saya ingat walau tak selalu saya aplikasikan dalam kehidupan. Nasihat yang baik selalu mudah diingat dan dilupakan, kan?
Maksud dari perkataan kakak saya adalah bahwa kita terkadang punya toleransi berlebihan, dibutakan oleh apa yang kita sebut sebagai cinta. Padahal, jika yang ada di antara kalian adalah cinta, tentu akan membawa bahagia.
Tadi siang saya berbincang random dengan Mput, membicarakan kasus menarik yang sedang hot belakangan ini. Kata Mput, "Lagian dia sih, udah tahu cowoknya gitu, masih aja..."
Lalu saya pun memberikan cuplikan lagu Rossa yang sempat hits beberapa tahun lalu,
"Atas nama cinta, kurelakan jalanku merana...
Asal engkau akhirnya denganku..."
Seriously, I hate that line.
Ngapain juga merana karena cinta? Sangat tidak mencerahkan, dalam pandangan saya.
Saya juga sebel sih sama lagu Tulus yang 'Jangan Cintai Aku Apa Adanya', tapi sekarang saya tidak akan membahasnya lebih lanjut.
Balik ke soal menjadi pahlawan, seringnya (kalau tidak mau dibilang selalu) kita sudah tahu kalau pasangan atau orang yang kita sayang itu tidak layak dipertahankan.
Tapi atas nama cinta, kita mengabaikan segala sinyal dan bahkan fakta yang tersaji di depan mata.
Adalah benar kalau kita harus berjuang untuk orang yang kita sayang. Menerima segala kurang dan lebihnya. Tapi, apakah kau yakin kau tahu batasannya?
Saat dalam kebimbangan, saya akan bertanya kepada diri saya sendiri.
Apakah saya bahagia bersamanya?
Apakah saya lebih bahagia bersama atau tanpa dia?
Terkadang kita terlalu sibuk membayangkan apa yang akan/mungkin dia lakukan. Bukan apa yang telah dia lakukan.
Ini juga berlaku untuk kebalikannya. Mengapa mengorbankan kebahagiaan yang sudah dan masih kalian punya untuk ego dan emosi sesaat?
Kau bukan pahlawan. Begitu juga dia yang kau sayang. Kalian, -kita semua-, adalah pejuang.
You need to fight for what you love. But make sure, you not fight with or by yourself.
0 Comments