[To Be the Happy Me] Write, Write and Write

Belum lama ini saya menemukan sebuah tagline yang cocok untuk saya,

I read to escape from reality, I write to keep myself sane.

Sempat ngaco pas update di twitter (I write to keep insane), saya malah memilih membiarkannya untuk beberapa saat. Habisnya lucu juga sih, menurut saya XD

Akhirnya, setelah minta tolong teman saya untuk membuat ...ups, cannot tell you yet! *apa sih* akhirnya saya memperbaiki sesuai dengan yang saya sebut di atas.

Yes, I write to keep myself sane.

Saya belum lama tersadar kalau saya adalah orang yang introvert (bisa lihat di postingan ini). Terhitung belum lama karena saya sudah hidup lebih dari dua puluh tahun saat tersadar itu.

Beberapa orang yang sering berada di dekat saya akan mengeryitkan kening saat mendengar self-proclaim tersebut. Introvert? Orang sebawel Zelie?

HA!

Saya memang orang yang bawel. Saya senang mengoceh. Pernah disarankan Mama agar puasa bicara saat sakit, saya sulit sekali melakukannya. Lebih mudah puasa makan sambel daripada puasa bicara.

Meski demikian, soal perasaan, saya sangat sulit mengungkapkan lewat ucapan atau bahkan perbuatan.

I'm not a romantic girl. Setidaknya tidak lewat ucapan. Saya orang yang gombal lewat tulisan. Silahkan tanya ke barisan sakit hati orang yang pernah dekat dengan saya. Walau mungkin mereka akan menyangkal, lebih baik percaya saja sama saya karena saya yang melakukan. Ya kan?

Kembali ke permasalahan awal, tentang mengapa menulis menjaga saya agar tetap waras.

Tanggal 15 Juni 2014, saya beruntung menjadi bagian dalam acara Writing Clinic yang diadakan oleh Femina. Mentor untuk acara tersebut adalah Eka Kurniawan, penulis yang terkenal lewat novel Cantik itu Luka.

Secara jujur, saya sendiri belum pernah membaca buku karya beliau. Novel terbaru beliau, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, baru saya beli akhir Mei yang lalu. Saat minta tanda tangan Eka di buku itu, saya benar-benar baru buka sampulnya XD

(Random thought: saya sedikit merasa senyum Eka itu mirip sama senyum Selvi, kenapa ya? *think)

Salah satu ucapan Eka yang tidak bisa saya lupakan (walau sudah cukup sering saya dengar sebelumnya dari orang lain) adalah menulislah sebagai terapi. Menulislah saat kamu marah, saat kamu kecewa, menulislah untuk dirimu sendiri. Kira-kira begitu ucapannya, gak ingat persis juga >_<

Pokoknya, ucapan tersebut membuat saya semakin mantap untuk menulis untuk 'pelarian'.

Awalnya, saya hendak meneruskan cerita yang sudah saya upload di Wattpad dengan perubahan seperlunya. Namun setelah dipertimbangkan lagi, saya rasa sebaiknya saya melanjutkan cerita yang berbeda.

Cerita yang sebenarnya sudah ada di benak saya selama beberapa waktu tapi tak pernah saya tuangkan. Kali ini, saya akan membahasnya secara tuntas. Mengutip judul buku Eka yang saya beli, "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas".

Maka saya akan menuliskan kerinduan saya.

Mungkin tidak membuatnya terbayar tuntas, tapi setidaknya membuat saya tetap sadar.

Bahwa saya harus menghadapinya. Menikmatinya. Mensyukurinya sebagai bagian dari hidup saya.

Saya tidak punya kepastian apakah dengan menuliskan semuanya saya akan menjadi lega. Setidaknya saya berusaha dan ini adalah pilihan yang paling baik untuk saya.

Jadi, mari menulis~

Post a Comment

9 Comments

  1. kamu menuliskan kerinduan buat siapa, mbem?
    Buat aku yang ngangenin ini, atau buat gebetanmu si abang ojek taman palem itu? :

    ReplyDelete
  2. Kamu merusak keromantisanku, mbem!
    *tarik blekbebi *unyel2
    Aku rindu dia yg bisa dipeluk kayak blekbebi :3

    ReplyDelete
  3. Kamu kepo ah..
    Aku jadi takut..
    Nanti kamu jadiin aku tokoh dalam novelmu :3

    ReplyDelete
  4. I knew it! Kamu pasti mau jadi bikin aku sebagai heroine kan? *kutekan

    ReplyDelete
  5. "Saya tidak punya kepastian apakah dengan menuliskan semuanya saya akan menjadi lega."
    Nggak selalu. Tapi bisa tidur lebih nyenyak.

    ReplyDelete
  6. Iya, kakak. Patut dicoba banget nih.. *ambil pena

    ReplyDelete