People Like Us

photo (2) Title: People Like Us



Author: Yosephine Monica



Editor: Tia Widiana



Proofreader: Dini Novita Sari



Cover design: Angelina Setiani



Publisher: Penerbit Haru



Paperback, 330 pages



Publication date: June 2014



ISBN-13: 978-602-7742-35-2



Language: Indonesian



Genre: Juvenile, Romance



Rec. age to read: Above 12 y.o



Source: Publisher for Blog Tour



Price: Rp 45.900 (available at OwlBookStore)



Synopsis:

Akan kuceritakan sebuah kisah untukmu.



Tentang Amy, gadis yang tak punya banyak pilihan dalam hidupnya.



Serta Ben, pemuda yang selalu dihantui masa lalu.



Sepanjang cerita ini, kau akan dibawa mengunjungi potongan-potongan kehidupan mereka.



Tentang impian mereka,



tentang cinta pertama,



tentang persahabatan,



tentang keluarga,



juga tentang... kehilangan.



Mereka akan melalui petualangan-petualangan kecil, sebelum salah satu dari mereka harus mengucapkan selamat tinggal.



Mungkin, kau sudah tahu bagaimana cerita ini akan tamat.



Aku tidak peduli.



Aku hanya berharap kau membacanya sampai halaman terakhir.



Kalau begitu, kita mulai dari mana?



♥~



Mana yang lebih menyakitkan, dilupakan atau diabaikan?

Tentu saja kalian akan menggelengkan kepala kuat-kuat sambil mengeryitkan kening. 'Mana ada yang lebih enak di antara kedua pilihan tersebut?'

Benar. Maka silahkan bayangkan bagaimana perasaan Amy saat dia bertemu lagi dengan Ben yang ternyata tidak mengingatnya. Bahkan menganggap dia sebagai pengganggu!

Amy pertama kali bertemu dengan Ben saat sedang mengikuti kursus musik. Mereka memang tidak saling mengenal. Amy tahu siapa Ben, sedangkan Ben tidak tahu siapa dia.

Ben pindah dari tempat kursus bahkan sebelum Amy memiliki keberanian untuk berkenalan dengan Ben. Teman-teman Ben pun tak ada yang tahu kemana Ben pindah. Amy sudah kehilangan harapan, saat itu.

Secara kebetulan, mereka bertemu lagi di sekolah sekitar satu setengah tahun sejak Amy kehilangan jejak Ben. Dan kali ini, Ben malah sudah keburu membenci Amy. Padahal, mereka masih saja belum 'berkenalan' secara resmi!

Amy tidak mengerti apa yang sudah dia perbuat sehingga Ben begitu tidak suka padanya. Ben sendiri tidak mengerti kenapa dia merasa begitu kesal pada Amy.

Semua karena Amy ketahuan menyukai Ben. Cowok itu merasa terganggu dan merasa Amy tak lebih dari stalker. Padahal, Amy tidak berniat seperti itu. Ia hanya sedang berusaha mengumpulkan keberanian untuk menyapa Ben.

Sebagai seorang cewek, saya sangat gemas dengan Ben yang menurut saya 'berasa keren banget padahal mah dia gak ada apa-apanya, HUH!' *bukan curcol, percayalah

Tapi di sisi lain, mengingat saya punya beberapa teman cowok, saya ngerti juga gimana rikuhnya Ben. Cuma, ayolah, Ben! Tuh cewek kan gak ngirimin kamu lagu lewat radio atau taruh surat di loker seperti..ah, sudahlah, tidak perlu dibahas :|

Sampai akhirnya, Amy terkena penyakit yang bisa saja mengancam nyawanya. Teman Ben dan juga teman Amy memintanya agar memberikan kesempatan pada Amy. Yang akhirnya Ben berikan, dengan setengah hati. Dia datang mengunjungi Amy, berusaha bersikap biasa kepada Amy.

Pertanyaannya, apakah itu cukup? Apa Amy dan Ben bisa memulai lagi dari awal dan memperbaiki semuanya?

♥~



Membaca cerita Ben dan Amy membuat saya teringat betapa kita sering sibuk dengan perasaan kita sendiri. Merasa berbeda dengan orang lain padahal kita sendiri yang tak mau menjadi sama.

Saya senang Ben memutuskan membuka diri, berteman dengan Amy sebagai permulaan. Itu sebuah keputusan yang sangat baik dan saya yakin sangat disyukuri pula oleh Ben.

Dan pernahkah kau merasakan hal itu? Ketika kau terlibat dalam perbincangan menyenangkan dengan seseorang, kau tidak sadar berapa lama waktu yang kalian habiskan bersama, yang kau sadari hanyalah perasaan nyaman saat melihat sosok yang di sebelahmu bercerita penuh antusias sambil tersenyum. Rasanya kau bukanlah bagian dari dunia dan dunia bukanlah tempat yang rumit dan kacau.

.....

Kadang kau hanya perlu satu orang dan rasanya kau sudah bisa menggapai seluruh dunia dengannya ― page 259

Saya suka dengan pola interaksi antara Ben dan Amy. Kadang sebal dengan gaya Ben yang 'kamu-naksir-sama-aku-jadi-seneng-aja-deh-aku-baik-sama-kamu'. Dan sama seperti Ben, sebenarnya saya heran kenapa Amy bisa naksir sama Ben. Amy punya jawaban yang bagus sekali untuk pertanyaan itu.

"Hanya karena kau punya banyak sekali kekurangan, bukan berarti kau tak layak dicintai." ― page 251

Amy yang adalah seorang penulis dengan spesialisasi 'tidak memiliki akhir cerita', menjadi tokoh favorit saya dalam buku ini. Saya merasa bersimpati pada dia yang tegar dan tulus dalam menyayangi Ben.

Saya salut dengan ketabahan dia. Kalau saya sih, saya akan berhenti naksir Ben yang malah menganggap saya stalker ._.

Toh, semua berakhir manis buat Amy :)

♥~

#NowPlaying - If I Die Young by The Band Perry







There's a boy here in town, says he'll love me forever,
Who would have thought forever could be severed by...

...the sharp knife of a short life, oh well?
I've had just enough time

So put on your best, boys, and I'll wear my pearls
What I never did is done

A penny for my thoughts, oh, no, I'll sell 'em for a dollar
They're worth so much more after I'm a goner
And maybe then you'll hear the words I been singin'
Funny when you're dead how people start listenin'

If I die young, bury me in satin
Lay me down on a bed of roses
Sink me in the river at dawn
Send me away with the words of a love song


Saya pertama kali mendengar lagu tersebut di Glee, saat episode mengenang Finn. Ternyata cocok juga untuk menggambarkan novel People Like Us :)

Amy 'menjemput' kematian dengan senang hati. Dia percaya bahwa dia sudah memiliki semua yang terbaik dan tidak ada yang perlu disesali.

Aku ingin dikenang, aku ingin dicintai. Tapi aku juga ingin kalian melanjutkan hidup.

Seperti yang sudah sangat sering saya dengar (dan sekaligus saya percaya), kematian itu tidaklah menyakitkan bagi yang menjalani. Masalahnya adalah yang ditinggalkan. Sudah siapkah kita kehilangan yang kita sayang, meski tahu bahwa itu adalah yang terbaik untuk mereka?

Menurut saya, kita tidak akan pernah merasa siap kehilangan.

Begitulah manusia. Mereka punya terlalu banyak hal yang ingin dikatakan pada seseorang yang telah melangkah pergi.

Rate:



RATING3




 

Blog Tour PLU

Hi there!

Siapa yang sangka kalau saya menjadi bagian dari Blog Tour Penerbit Haru untuk novel People Like Us? *sok merendah padahal mau sekalian sombong XD

Apakah kalian sudah membaca novel People Like Us? Saya harap sudah, ya!

Buku yang menjadi pemenang "100 Day Writing Romance" ini memang sangat layak dikoleksi. Kamu mungkin akan terkejut saat tahu seorang remaja bisa menulis cerita yang 'seberat' ini.

Diceritakan dengan POV orang ketiga, saya sedikit curiga kalau penulis terinspirasi dari seri "An Unfortunate Events" karya Lemony Snicket. Apakah benar? Kalau salah, saya sangat merekomendasikan penulis untuk baca seri itu dan menghadiahkan ke saya boxset yang lengkapnya *ditendang *banyak mau

Tema yang diangkat pun tidak biasa untuk novel teenlit, yaitu sick-lit. Eh, ini termasuk teenlit? Saya rasa sih iya, karena menceritakan saat sang tokoh utama masih di sekolah :)

Jadi, teenlit atau sick-lit? Terserah deh *malah ngambek *OK, kita lanjutin...

Sebenarnya, People Like Us bukanlah novel remaja pertama yang bergenre sicklit. Dari Indonesia, mungkin sudah ada yang tahu Dealova? Saya juga baru tahu novel itu sih, karena novel itu terbit saat saya masih kecil banget *denial *abaikan

Kemudian, kalau dari luar negeri, ada The Fault in Our Stars, dong! Ya, ya, ya..pasti tahu kan? Saya sendiri sebenarnya sedikit rancu tentang sick-lit.

Apakah selalu yang berurusan dengan kematian atau hanya berhubungan dengan penyakit (termasuk mental)?

Sick-Lit sendiri ternyata sudah menjadi genre di Goodreads, seperti yang bisa kalian cek di sini. Berikut sedikit contekan definisi sick-lit menurut GR:

When readers are immersed in a traumatic personal situation--such as terminal illness--it's vital that they don't feel alone or isolated, which can make their lives more stressful and their challenges all-encompassing. Novels and stories on the subject that plagues the reader can offer a sense of community, and perhaps even some hope for the future.



Nah, kalau saya sendiri, menganggap sick-lit adalah sebuah novel yang bercerita tentang bagaimana tokoh di dalam novel/cerita berjuang menjalani hidup dengan penyakit yang diderita. Gak selalu berhubungan dengan kematian, walau bisa saja mengarah ke sana.

Beberapa dari kalian mungkin akan bereaksi, "Waduh, apa enaknya baca sick-lit? Baca itu seharusnya buat senang-senang, bukannya malah bikin sedih!"

Saya gak bisa mengatakan kalau saya tidak setuju, karena saya terkadang misuh-misuh juga selesai baca buku sick-lit. Kita semua tentu senang dengan kisah yang berakhir bahagia, bukankah demikian?

Salah satu koran terkemuka di Inggris - Daily Mail - pernah membahas tentang sick-lit, terutama mengenai The Fault in Our Stars, Before I Die dan Thirteen Reasons Why. Artikel yang memicu kontroversi karena cukup keras 'menentang' peningkatan novel sick-lit untuk remaja.

Tentu saja tidak semua pihak setuju dengan pembahasan di Daily Mail. The Guardian punya pendapat berbeda tentang sick-lit dan memberi respon atas artikel Daily Mail. Kedua artikel tersebut sama menariknya dan menurut saya, sama-sama punya poin penting yang menarik.

Sekarang, mari kita bahas plus-minus dari sick-lit menurut pandangan saya:

:) Membuatmu tahu bahwa tidak ada hidup yang sempurna sehingga kamu belajar lebih bersyukur

Klise, tapi percayalah, ini benar adanya. Membaca cerita sang tokoh yang berjuang menjalani hidupnya bisa membuatmu berpikir demikian. Saat membaca Rules, saya terus berpikir demikian. Apa yang kita anggap biasa, tidaklah biasa buat David.

Jengkel dengan tingkah adik kita? Coba bayangkan kalau kita menjadi Cathy yang 'harus' mengerti kondisi David. Bukankah akan membuat hidupmu terasa lebih ringan? Membaca sick-lit akan membuat kita stop menjadi drama-queen karena drama di kehidupan kita tidaklah sehebat itu.

:( Menguras emosi, khususnya buat yang berkepribadian melankolis

Ya iyalah ya... Kalau abis baca sick-lit terus malah berbahagia, aneh ._. Sejauh saya ingat, belum nemu sick-lit yang gak bikin mewek, setidaknya bikin trenyuh. Paling gak kesel sama pengarangnya karena tega, deh! *ngotot

Saat kamu lagi merasa sedih, sangat tidak disarankan untuk membaca sick-lit. Apalagi semacam The Fault in Our Stars. BIG NO! Meski ceritanya sweet, tapi bisa-bisa kamu tambah mellow-yellow. Contohnya saja saya, habis baca The Fault in Our Stars itu rasanya gak semangat mau ngapa-ngapain padahal kenal sama Gus dan Hazel aja gak :|

:) Membuatmu bisa bernyanyi "You are Not Alone" atau "You'll Never Walk Alone" atau apapun sejenisnya

Pernah atau sedang sakit? Pernah merasa kehilangan seseorang karena penyakit yang dia derita? Terkadang, kamu bisa merasa menemukan 'teman' saat membaca buku sick-lit.

Termasuk saya, saat membaca buku The Fault in Our Stars (again), saya bisa mengerti apa yang dirasakan Hazel. Saya tahu rasanya 'ingin hidup normal'. Dan termasuk saat membaca kisah Amy dan Ben di People Like Us, saya mengerti sakitnya kehilangan. Terdengar aneh, tapi itu membuat saya merasa sedikit lebih baik.

:( Mengingatkan pada kenangan buruk dan membuat kita semakin terpuruk

Kebalikan dari apa yang saya bahas di atas, perasaan 'terhubung' dengan cerita bisa juga menimbulkan perasaan tak berdaya. Membuat kita semakin terpuruk. Ini yang ditentang oleh penulis di artikel Daily Mail di atas. Untuk buku sick-lit tertentu, seolah 'mengijinkan' seseorang untuk menyerah pada keadaan, bukannya berdamai dengan diri sendiri.

Efek semacam ini menurut saya jarang ditemukan. Mungkin juga saya belum membaca buku semacam ini. Meski demikian, saya rasa seharusnya kita sudah bisa memilah sendiri apa yang baik atau tidak. Apa yang sesuai dengan realita dan hanya sebatas 'cerita di novel'. Jangan biarkan imajinasi seseorang mempengaruhi keputusanmu di kehidupan nyata.

Pada akhirnya, setiap buku akan memberikan efek yang berbeda untuk tiap orang. Ada buku yang begitu menguras emosi satu pembaca tapi terasa biasa saja buat yang lain. Ada yang berhasil membuat orang 'kembali ke jalan yang benar' tapi membuat yang lain merasa sinis dengan apa yang dia baca.

Baik atau buruk efek suatu buku bukanlah bergantung pada genrenya, melainkan apa yang kita dapat dan implikasikan sesudah membaca buku tersebut. Kalau kamu membaca hanya untuk bersenang-senang, maka silahkan cari yang sesuai dengan kesukaanmu.

Membaca buku, mengambil makna dari sebuah buku, mendalami karakter di buku, semua adalah kebebasan penuh pengarang dan juga penulis. Pengarang tidak berkewajiban membuat kita suka dengan tulisannya. Begitu juga kita, pembaca, tidak perlu pusing kalau gak suka dengan hasil karya pengarang. *lah jadi melebar

Intinya, bacalah selama kamu suka, tinggalkan kalau gak suka. Ingat, jangan biarkan 'fiksi' membuatmu lupa akan 'fakta'.

Silahkan baca juga beberapa artikel menarik tentang sicklit dari CTV News. Sekadar untuk menambah informasi :D




Nah, sekarang saatnya giveaway!

What? Kaget? Harusnya gak, karena saya kan anak yang baik dan tidak sombong *dijitak

Giveaway kali ini sederhana saja, tapi tetap harus dibaca baik-baik peraturannya, ya! :D


  1. Tuliskan di kolom komentar postingan ini: Nama, akun twitter, akun facebook dan pendapat kamu tentang sick-lit

  2. Like facebook fanpage Penerbit Haru dan Miss ZP

  3. Follow twitter @penerbitharu dan @miss_zp

  4. Tweet tentang giveaway ini dengan kalimat buatanmu sendiri. Jangan lupa cc ke @penerbitharu dan @miss_zp plus tagar #PeopleLikeUs

  5. Harap hanya tweet SATU kali per hari

  6. Giveaway akan berlangsung selama satu minggu. Yang artinya, akan ditutup pada tanggal 23 Juni 2014 jam 23:59



Hadiahnya? Buku Oppa & I untuk dua orang pemenang dan ongkos kirim akan ditanggung oleh host! :D

Pengumuman untuk pemenang di blog Book-admirer akan dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2014.

Eits!

Masih belum selesai :D

Selain berkesempatan memenangkan buku dari giveaway di atas, kamu juga masih berkesempatan memenangkan hadiah dari giveaway FINALE.

Apa hadiahnya?


  • Paket buku Haru

  • iPad Cover People Like Us dari Emerald Green Label

  • Totte Bag dari Emerald Green Label



Caranya pun mudah saja, tinggal ikut seperti yang sudah ditulis berikut ini:


  1. Ikuti setiap postingan dari para peserta blog tour People Like Us

  2. Di setiap akhir postingan, akan ada sebuah huruf yang harus kamu simpan

  3. Huruf-huruf tersebut harus disusun menjadi KATA dan dirangkai dalam bentuk gambar

  4. Gambar rangkaian kata tersebut diposting di wall fanpage Haru dan sampaikan juga kesan-kesanmu selama periode blog tour People Like Us



Berikut ini daftar rekan blogger yang menjadi bagian blog tour People Like Us, termasuk jadwal posting:





Huruf-huruf yang harus dikumpulkan dihapus secara serentak pada tanggal 5 Juli 2014



Fyuhhh~

Semoga sudah cukup jelas ya!

Apabila masih ada pertanyaan, silahkan tinggalkan komentar di post ini atau kontak saja saya lewat twitter: @miss_zp. Bisa juga cek langsung di fanpage Penerbit Haru untuk keterangan Giveaway Finale.

Hope you all have fun and good luck!

Cheers!



book-admirer signature-1

Post a Comment

67 Comments

  1. Nama : Dyah Muawiyah
    Twitter : @dyahmuawiiyah
    Facebook : Dyah Muawiyah
    Link share : https://twitter.com/dyahmuawiiyah/status/478361994278764546

    Secara pribadi sih aku suka sick-lit. Rasanya lebih bisa memahami apa yang mereka rasakan dan paham gimana kuatnya mereka dalam menjalani hidup. Selain itu kita juga bisa lebih mengenal penyakit-penyakit lain yang mungkin jarang kita dengar.

    Thirteen Reasons Why itu termasuk sick-lit ya kak? Menurutku sih bagus, tapi jangan dibaca pas kondisi kita nge-down. Soalnya kemaren aku baca itu pas lagi down, dan ya... begitu deh .-.

    Sekian kak, terima kasih :)

    ReplyDelete
  2. waks Chei..apakah aku yang PER-TA-MA #pasangmukakaget #dramah

    Nama: (sudah kenal ini) #plak #muuph Winda Scorfi
    Akun twitter: @windascorfi
    Akun facebook: WindaScorfi

    Pendapat ku tentang sick-lit: heartwarming - awalnya aku gak tahu tentang genre ini (maksudku, apa genre ini beneran ada) rasanya semenjak TFIOS kondang di mana-mana, baru kali itulah aku denger ada genre sick-lit (masyaallah, kemana aja gue) padahal baca buku bergenre sick-lit udah pernah dilakoni, sebut saja Dealova (emang itu sick-lit ya Chei? siapa yang penyakitan? Oh, Dira ya, si cowok, maaf udah lama #mulaipikun), trus Montase (nah, klo ini aku nangis heboh, sedih banget) trus yang sekarang ini dibahas People Like Us (juga sama nangisnya, tapi gak heboh ~ yes, gegara Ben, dia penyebab air mata ini tumpah) #dramahlagi

    Klo ditotal ada 3 buku tema sick-lit (yang berhasil aku ingat) yang udah aku baca..
    so, klo ditanya pendapatku tentang sick-lit ~ sick-lit identik dengan kesedihan dan air mata, sampai sekarang belum baca TFIOS karena takut nangis sesengukkan (padahal kan yah belum tentu) suer!

    Tapi klo boleh jujur sick-lit itu lebih banyak pesan moralnya dibandingkan genre novel lainnya ~ that's why I said before that sick-lit is heartwarming, cocok dibaca klo kamu lagi gak melow (bener kata Chei) karena takutnya klo kamu uda mellow trus baca sick-lit yang ada kamu gak akan keluar kamar seminggu #sekalianhibernasi

    enihow, kayanya komenku udah kepanjangan, jadi mari kita akhiri.
    untuk Ms. ZP, terima kasih ya giveaway-nya, sukses untuk Blog Tour ini #hugs

    ReplyDelete
  3. Nama : Sandra Febry Adriani
    Twitter : @sandra129499os
    FB :http://www.facebook.com/shandhra.lovchhunny

    Sick-lit ? Hehe sebenarnya aku baru tahu sih cerita /novel yang bergenre Hurt/Sick itu namanya Sick-Lit #Kudetbanget :D Tapi kalo mengenai pendapatku ttg Sicklit sih , patut deh harus dibaca soalnya novel sicklit itu sangat menyentuh dan akan terbawa di kehidupan nyata , ya walaupun pada akhirnya harus termewek - mewek :3 aku setuju sama kakak bahwa siapapun ingin hidupnya happy ending tp kita tak tau akan Takdir Tuhan seperti apa kan ? Nah itu yang ditekankan pada novel sicklit menurut aku , mungkin awal2nya kita merasa fine fine aja tapi siapa yang tau bahwa pertengahan dan akhirnya menjadi tidak baik bahkan semakin buruk . Kehilangan , Kematian , Diabaikan , Cinta tak kesampaian , Dan Perjuangan tak terbalaskan merupakan tema yang paling aku suka apalagi cinta tak kesampaian dan perjuangan tak terbalaskan yang merasakan itu cewek duuhhhh feelnya dapet banget dan aku menjadi sediihh dan kadang mengeluarkan air mata ... Sampe sampe kebawa mimpi ehehehhe , tapi sampai sekarang aku ga berani baca novel yang sicklitnya kental banget soalnya aku masih remaja nanti akan terbawa terus dikehidupaan , kan remaja itu masih labil :3 #itupendapatkuajakok :D
    Hmm sepertinya itu aja yang dapat aku sebutin deh kakak , soalnya ga ada lagi nih :D Semoga menang :) ;)

    ReplyDelete
  4. nama : usriyah
    akun twitter : @1004_usriyah
    fb : usriyah jewelfishy everlastingfriends
    askot : indramayu, jawa barat

    jawaban : sick-lit yah? aku sih suka asal jalan ceritanya yang gak ngawur dan sick-nya itu emang ngena buat aku dan bisa bikin aku nangis baru aku suka. kalo emang di sinopsisnya diceritain tentang kehidupan yang bener-bener dramatis dan penuh dengan kesedihan, aku masih agak sungkan untuk membelinya. jadi agak gak suka gitu deh ama yang namanya sick-lit.
    oke itu jawaban aku. dan aku uga udah share ditwitter tapi ga dicantumin di sini yahh..

    ReplyDelete
  5. Nama : Vira Natasyah
    Twitter : @vira_natasyah
    Facebook : vira natasyah

    Sebenarnya membaca tentang sick-lit itu sangat seru. Mengapa? Karena kita akan tau bahwa kebahagiaan itu pasti ada kesakitan dalam mempertahankan hidup dengan melawan penyakit itu.

    Aku suka genre sick-lit itu lebih menyentuh dan membuat terbawak suasanan dalam membacannya :)

    ReplyDelete
  6. Nama: Annisa Nur Alida
    Twitter: @nnisalida
    Facebook: Annisa Nur Alida

    Saya menyukai berbagai genre novel, selama itu masih masuk ke dalam daftar usia saya yang terbilang masih remaja. Sick-lit, menurut saya kenapa tidak? Sick-lit bisa memberikan kita pelajaran tentang betapa banyaknya orang di luar sana yang memimpikan kebebasan dalam berekspresi namun terganjal masalah kesehatan mereka. Walau kebanyakan Sick-lit berujung pada kematian, toh semua yang hidup di dunia ini memang akan mati bukan? Jadi, kenapa tidak?

    Sick-lit juga menyadari kita, bahwa di tengah rasa sakit seseorang. Masih ada banyak celah kebahagiaan yang bisa diraih selama orang itu masih membuka mata. Hey, kenapa tidak untuk sick-lit?

    Sick-lit banjir air mata? Tidak juga ah, mungkin memang iya pada bagian pemeran utama passed away. Tapi sekali lagi, semua orang di dunia memang akan memiliki batas waktu, kan?

    Jadi, jangan ragu untuk membaca dan mengoleksi Sick-lit. Membaca bukan hanya untuk berfantasi tentang kebahagiaan, namun juga kenyataan bahwa kepedihan itu memang ada.

    ReplyDelete
  7. Nama : Farah Fahmi
    Twitter : @FarrMaSi
    FB : Farah Fahmi

    sebenarnya aku baru denger genre sick-lit. tapi dilihat dari namanya, sick sendirinya bisa diartikan sakit. itu artinya genre sick-lit menceritakan tentang kehidupan tokoh yang mengalami cobaan menderita penyakit. dan biasanya tokoh di genre sick-lit akan mati setelah melakukan hal yang disukai tokoh itu sendiri.

    ReplyDelete
  8. Nama : Fransisca Susanti

    FB : https://www.facebook.com/toko.bross

    Twitter : @siscacook

    Link sharing di twitter : https://twitter.com/siscacook/status/478437732193009664

    Sicklit sangat menarik, memperkaya genre bacaan kita. Sicklit mengajarkan bahwa hidup itu tidak hanya semanis permen, tapi kadangkala getir, asam, sedih, marah, dan kecewa. Sehingga kita harus tabah dan tetap tersenyum bahagia dalam menghadapi kesulitan hidup.

    Walaupun sicklit menceritakan penyakit yang diderita oleh tokoh utamanya. Tapi, yang menjadi fokus ialah perasaan tokoh penderita tersebut. Perasaan-perasaan yang tercampur aduk ketika ia menyadari dirinya sakit, entah sedih, marah, kecewa, murung, apatis. Dan perjuangannya dalam menghadapi penyakit sehingga ia tetap bisa tabah dan bahagia. Juga reaksi-reaksi tokoh sampingan.

    Sicklit tidak berarti bacaan yang berurai air mata, tapi lebih cenderung bacaan yang membuat terharu dan terinspirasi.

    Sicklit mengajarkan bahwa hidup bukan untuk diratapi, tapi untuk diperjuangkan. Karena hidup bukan dinilai dari singkatnya masa, tapi dinilai dari arti perbuatan yang dilakukan selama hidup. (mengisi hidup dengan hal yang terbaik) =)

    ReplyDelete
  9. Nama : Saskia Putri
    Twitter : @sasgyu
    Facebook : https://www.facebook.com/saskia.anna99
    Pendapatku tentang sick-lit? Not bad, lah.
    Menurutku, membaca sick-lit membuatku mengerti akan kehidupan sebenarnya di luar sana. Kalau sebenarnya, ada lho, orang yang sakit tapi berusaha untuk terlihat kuat. Kalau sebenarnya , ada lho, semangat orang yang sakit yang patut kita contoh. Kalau sebenarnya juga, kehidupan itu tidak selamanya berjalan mulus, nggak ada di dunia ini yang sempurna.
    Sick-lit mengajarkan pembaca bahwa kita harus lebih menghormati hidup yang diberikan oleh Tuhan, dan menjalaninya dengan penuh syukur.

    ReplyDelete
  10. Zeni Tri Lestari
    @Zeni_TL
    Zeni Lestari (https://www.facebook.com/lestari.zeni)

    Menurutku, sick-lit itu potret kehidupan. Aku suka banget cerita-cerita yang berbau sick-lit gitu. Sick-it juga menarik, cerita yang bisa membuat kita tersadara dan membuat kita sedih, memberikan pelajaran hidup pada kita secara tidak langsung. Sick-lit bikin kita sadar, kadang kita pengen hal-hal yang gak penting-penting amat, dan pengennya selalu ditrutin kalo gak ditutrutin ya ngambek, baca sick-lit ini bisa buat kita sadar, di luar sana masih banyak orang yang lebih membutuhka apa yang kamu butuhkan =)))

    ReplyDelete
  11. Arfina Tiara Dewi
    @ipinkaramel
    https://www.facebook.com/arfina.tiara

    Sick-lit, menurutku, pendapatku sih, itu genre novel yang diusung oleh novel People LIke Us *digebuginmasa. oke, menurutku, sick-lit itu tidak cocok untuk orang melankolisme, kasihan tisu emaknya dipake buat ngelap air mata pas baca novel people like us. Tapi, orang macam saya yang nonton Miracle In Cell no.7, tau ya? saya nangis, kemungkinan besar juga saya nangis baca novel ini (Kalo ada duit buat beli :(). terus, pasti asik bisa tau kehidupan orang yang mengidap penyakit, apa lagi ada wangi romance, ulalala~ what a cool novel.

    ReplyDelete
  12. Nama : Adita Yulinda G

    Twitter : @AditaYulG_

    Facebook : Adita Yulinda ( https://www.facebook.com/adita.yulinda )

    Link Sharing : https://twitter.com/AditaYulG_/status/478476184599031808

    Pendapat tentang Sick - lit ?

    Aku senang baca genre ini , karena genre ini membuat ku sadar bahwa sebenernya ada sesuatu diluar sana yang sangat kurang beruntung daripada kita , genre ini yang sebener nya menepuk hati ku , saat aku membaca buku bergenre sick - lit aku selalu berkata 'Mereka aja bisa mengahadapi hidup mereka yang lebih keras dari ku , kenapa aku nggak bisa'

    Maaf kepanjangan atau spam
    Terimakasih kak , Wish Me Luck

    ReplyDelete
  13. Nama : Nuriyanni R
    Akun twitter : @RianiJauzaa
    Akun facebook : Nuriyanni Tuin
    Asal kota : Malang
    Jawaban :
    Menurutku sicklit itu cerita yang cocok untuk mengetes sebarapa emosional seseorang atau seberapa kuat mental seseorang jika dalam posisi seperti cerita yang diceritakan. Aku sering melihat teman- temanku terbawa emosi saat menonton film mellow, ada juga yang sampai meneteskan air akibat terbawa emosi saat membaca buku bergenre mellow. Terkadang aku heran hal tersebut bisa sebegitu parahnya menguras emosi seseorang, karena aku pribadi lebih sering memilih berusaha agar tegar dan kuat dalam menyelami cerita yang mengandung sicklit. Tapi tidak dapat dipungkiri, bahwa cerita sicklit juga dapat memberikan pesan moral tersendiri bagi para pembacanya.

    ReplyDelete
  14. nama: Yossi Rifki
    nama facebook: Yossi Novia
    nama twitter: @INFINITEVIAKIM
    pendapat tentang sicklit: menurut saya itu berhasi menguras air mata saya/secara saya orang yang gampang menangis/dan entah kenapa saya suka baca sicklit padahal saya sering diketawaiin gara-gara menangis hanya karena sicklit mungkin karena sicklit selalu menyimpan pesan moral didalamnya

    ReplyDelete
  15. Chei, aku juga langsung teringat seri unfortunate events waktu baca pengantar2 bab itu :)

    ReplyDelete
  16. Nama : Muhsinatud diyanah
    Akun twitter : @diyan402
    Akun facebook : Diyan Diyanah
    Asal kota : Jepara,Jateng
    Jawaban :novel genre sicklit membawa pembaca semakin dalam ke dalam cerita novel yg di baca tak jarang bahkan terbawa emosi sampai-sampai meneteskan air mata.selain sicklit jga ada bumbu-bumbu romancenya menambah keindahan jalan cerita
    wish me luck amin

    ReplyDelete
  17. Nama: Iftah Nur Azizah
    Akun twitter: @iiftaaah
    Akun facebook: Iief Iftah Nur Azizah
    Pendapat tentang sick-lit: Genre yang membuat pembaca bisa merasakan keadaan seorang yang memiliki penyakit tetapi masih memiliki banyak harapan yang ingin dicapai. Membuat pembaca lebih sadar diri bahwa hidup ini tidak selalu jatuh dan bangun saja. Tapi ada suatu proses panjang yang harus bisa dilalui diantar jatuh dan bangun. Tidak semua orang bisa merasakan secara langsung proses itu tapi dengan membaca novel bergenre sick-lit dapat sedikit memberikan perjalanan proses tersebut.

    ReplyDelete
  18. Nama : Clara Lavinia
    Twitter : @claclairee
    Facebook : Clairee Domoo

    Sick-lit , aku baru tahu ternyata ada genre seperti ini ( karena aku jarang lihat orang menyebutkan genre ini ).
    Dari kata "Sick" yang berarti sakit tentu kita tahu bahwa biasanya cerita nya mengandung unsur sakit yang biasanya pasti membuat kita menitikan air mata saat membacanya :')

    Biasanya dalam memilih novel aku sangat menghindari genre seperti ini karena merasa bahwa bacaan baiklah membuat kita merasa senang / lebih baik happy ending karena hidup yang biasa kita jalani juga sudah cukup sulit

    Namun belakangan ini aku mengubah sudut pandang ku mengenai genre sick-lit ini , bagi ku sick-lit itu bukan novel yang berisikan hal yang sedih-sedih saja , tapi sekaligus memberikan kita suatu pelajaran tentang makna dari sebuah kehidupan , bahwa tidak semua orang mendapatkan suatu kehidupan yang baik , dan melihat hal itu baiklah kita yang memiliki kehidupan yang cukup baik ini merasa bersyukur. Selain hal itu bagiku cerita sick-lit sendiri seperti mengingatkan bahwa bukan cuma kesenangan saja yang ada di dunia ini ,tapi juga kesedihan dan kesulitan :)

    ReplyDelete
  19. Bismillah saya ikutan :)
    Nama: Ade Aprilia PuspayantiT
    witter: @Dephiil119
    Facebook: Dephil Phia

    pendapat tentang sick-lit :| seperti yang sudah dibilang sick-lit emang nyakitin. yang baca ikut ngerasain apa yg dirasakan pemeran dlm cerita. kalo ini tergantung si penulis, seluas apa ia dpt menjabarkan perasaan sedih sang pemain. mungkin dalam menjelaskan si penulis juga terhanyut ke dalam kisahnya.
    hmm bagi aku sick-lit itu genre yg patut dibaca! XD karena biasanya dlm cerita sick-lit selalu ada moral, dan kita bisa ngambil pelajaran dr cerita tersebut. saya biasanya baca dan mewek u,u kemudian update status tentang perasaan saya atau kutipan bagus dalam cerita tersebut. kemudian rekomendasiin ke temen. karena memang kita bisa memetik makna kehidupan dari cerita sick-lit. memang kekurangannya satu. kita bakal lemes habis bacanya, saya sendiri "selalu" setelah habis baca bakal lemes. pengennya tidur aja gitu ngeringkuk di kasur =_= ampe makan gamau walau dr pagi blm makan cuma karena bela2in baca cerita dgn genre sick-lit =_= ceritanya selalu menegangkan, dan hampir mirip dgn putus cinta secara "nyata", emg susah move on dari genre sick-lit. saya bakal keinget beberapa hari setelahnya sambil cerita-cerita ke temen. dan bakal tetep galau trus ngelakuin apapun sambil bilang "huhuhuuu... kenapa sih dia jahat banget..?? kok endingnya gitu sihh..?? kamu harus baca deh.. nih baca di tempatku aja..." itu sama kayak putus cinta walau saya blm pernah putus cinta beneran =_=
    efek sick-lit memang dahsyat! XD harus nguatin mental, tapi bagi saya dan mungkin orang-orang yang suka berpetualang lewat membaca, genre yang kayak begini pasti justru ditunggu-tunggu. kalo saya sih yang paling ditunggu pesan moral nya dan momen meweknya :P ditambah saya biasanya baca cerita genre ini kalo kangen nangis ._. iya kangen. kadang-kadang ada sesuatu yang harus dikeluarin tapi gatau apa dan gimana caranya, jadi ya jalan keluarnya (bagi saya) cuma nntn film sedih atau baca cerita yg bikin mewek :3 nah kalau tujuannya (kayak saya) pengen ngeluarin unek-unek, menurut saya move on nya gampang. setelah baca justru lega dan bersemangat menyongsong masa depan! hiyattt!!! XD
    sekian deh pendapat saya mohon maaf ada unsur curhatnya ini juga ngeluarin unek2 XD

    like facebook sudah
    follow twitter sudah
    tweet tentang GA sudah

    semoga pendapat saya bermanfaat ya dan nambah anggukan kepala bagi yang baca XD
    semoga saya menang, Amiinn.. Wassalam :))

    ReplyDelete
  20. Nama: Asy-syifaa Halimatu Sa’diah
    Twitter: @asysyifaahs
    Facebook: Asy-syifaa Halimatu Sa’diah (facebook.com/asysyifaahs)

    Hmm... sick-lit ya? Sebenarnya aku juga baru tahu genre ini dari blog post Kak Chei yang satu ini, kalau aku sih lebih mengotak-ngotakannya kalau sick-lit sama aja kayak novel lainnya. Kalau menurut aku, sick-lit itu semacam karya fiksi yang fokus cerita utamanya lebih mengarah ke penyakit yang diderita sama si tokoh. Biasanya sih, ada unsur romance-nya juga, walau nggak begitu banyak, tapi pasti ada! Salah satu buku yang paling terkenal itu semacam Surat Kecil Untuk Tuhan, diceritakan kan kalau tokohnya mengidap penyakit mematikan tapi tetap berjuang demi orang yang disayanginya, termasuk sama pacarnya sendiri.

    Walaupun sick-lit bisa dibilang karya fiksi rekaan pengarang, tapi aku pikir, efek yang dirasakan pembaca seolah-olah nyata gitu. Aku juga pernah baca jenis novel semacam ini, dan kerennya pengarang bisa bikin kita mewek sekonyong-konyong tanpa disadari. Nah itulah kekuatan dari sick-lit, bisa bikin pembaca nangis—atau paling nggak sadar sesadar-sadarnya—bahwa ada banyak orang di dunia ini yang punya penyakit tapi mereka tetap aja berjuang untuk sembuh dari penyakitnya. Tapi, kadang mungkin ada beberapa dampak (agak) negatif juga yang diakibatkan setelah baca sick-lit, misalnya aku, pernah tuh setelah baca novel jenis ini malah diam berlama-lama, seakan-akan kayak orang kerasukan, makan nggak mau, tidur nggak tentu, ditanya orang juga cuma ngangguk-ngangguk doang, dan berubah drastis jadi melankolis yang mellow-yellow x_x bahkan pernah ada kabar yang tersiar karena saking ‘gilanya’ atau entahlah apa, si pembaca mau bunuh diri gegara ‘terhipnotis’ sama bacaannya. Gawat kan!

    Seperti yang dibilang Kak Chei juga, sebenarnya tergantung kita juga sih memandang dari segi mana setelah baca sick-lit itu. Ya semoga aja sih, setelah baca sick-lit (salah satunya novel People Like Us) ini, pembaca nggak bikin hal-hal aneh, tapi semakin sadar bahwa hidup ini jangan disia-siakan, karena ada orang yang ingin hidupnya lebih lama lagi hanya untuk membahagiakan orang-orang yang tersayang. Semoga!

    ReplyDelete
  21. […] Blog Tour + Giveaway @ Book-admirer [DL : 23 Juni 2014. Hadiah : 2 buku u/ 2 […]

    ReplyDelete
  22. […] Blog Tour + Giveaway @ Book-admirer [DL : 23 Juni 2014. Hadiah : 2 buku u/ 2 […]

    ReplyDelete
  23. Nama : Riski Miranda Putri
    akun twitter : @mirandakazuto
    akun facebook: Miranda Riski

    Salam kenal, Kak.
    Well, aku baru tahu kalau ada genre yang namanya sick-lit. Dari ngintip-ngintip kutipan di atas, aku hanya bisa menyimpulkan beberapa hal.
    1. Aku sendiri pernah menulis tentang seberapa sulit orang itu menghadapi penyakitnya, apalagi penyakit itu karena orang yang dia cintai dan cerita itu akhirnya memenangkan kontes cerpen di kampusku. Boleh aku bocorkan sedikit? Cerita itu tentang schizophrenia.
    2. Bagiku, menulis sick-lit itu sama susahnya menulis cerita bahagia. Pasti dibutuhkan diksi yang menarik sehingga yang membaca tidak menutup buku karena bosan dengan plot yang ujung-ujungnya mati. Tapi, balik lagi ke selera masing-masing. Aku pribadi sih nggak pilah-pilih dalam menentukan bahan bacaan. Selagi itu menarik dan nggak biasa, aku bisa pastikan buku itu mendarat sempurna di shopping bag-ku.
    3. Menulis yang manis itu biasa. Dengan menulis sick-lit, kurasa sebagian besar pembaca saadar kalau hidup ini gak melulu tentang kesenangan dan karenanya kita harus bersyukur dengan apa yang kita punya sekarang. Itu jadi nilai tambah kan? Dan, bisa menyadarkan seseorang tentang hal baik tentu mendapat nilai lebih, baik di mata manusia maupun di hadapan Tuhan.

    ReplyDelete
  24. Nama: Biondy
    Twitter: @biondyalfian
    Tweet GA: https://twitter.com/biondyalfian/status/478804070925221889

    Kalau buatku, sick-lit itu salah satu genre yang menarik. Soalnya sebagai pembaca, saya bisa melihat dan menyelami suatu penyakit (fisik ataupun mental) yang tidak saya alami sendiri. Buat saya itu meningkatkan kepedulian saya akan jenis penyakit yang ada di novel tersebut.

    Hanya saja, harapan saya, penulis juga tidak mengeksploitasi penyakit yang ada hanya demi mengejar keuntungan. Ada baiknya kalau buku itu juga bisa memberi dukungan bagi pembacanya.

    Ada satu poin yang bagus dari artikel di Dailymail. 'There's often a fine line between raising the profile of the problem so that more young people can seek help versus presenting it as another option for young people to express how they feel.'.

    Harapan saya sih, sick-lit bisa membantu orang yang mengalami kondisi yang sama (khususnya penyakit yang bersifat mental, seperti self-harm) untuk 'seek help', bukannya lebih depresi dan menjadikannya suatu bentuk ekspresi diri.

    ReplyDelete
  25. Nama : Mufita Ramadhina
    akun twitter : @itaramadhina
    akun facebook: Mufita Ramadhina

    Saya baru mengenal nama “sick-lit” setelah membaca postingan di atas. Saya termasuk pembaca yang tidak memperdulikan genre, yang terpenting bagi saya adalah cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Kalau ceritanya menarik dan menyimpan banyak pelajaran apapun genrenya dengan senang hati saya pasti akan melahapnya . Oleh karena itu terima kasih untuk postingannya ^^ postingan ini membantu saya memperluas wawasan tentang genre novel ^^

    Nah berikut ini pendapat saya tentang novel genre “sick-lit”

    Saya setuju dengan pendapat mbak tentang novel “sick-lit” yang membantu kita untuk befikir lebih realistis. Sick-lit mengingatkan kita untuk lebih mensyukuri apa yang telah kita miliki, meminimalisir jumlah keluahan yang seringkali terucap. Namun di sisi lain novel “sick-lit’ bisa membuat seseorang yang tengah terperangkap dalam keterpurukan menjadi semakin terpuruk, sejenak membuat orang lupa bahwa everything will be okay in the end, if is’t not okay, then is not the end – Ed Sheeran

    Misalnya pada novel the Fault In Our Stars (satu-satunya novel sick-lit yang pernah saya baca). Bagi orang seperti saya yang sedang tidak berada pada keadaan seperti tokoh dalam novel, The fault In Our Star bisa menjadi motivasi buat saya untuk lebih tegar dalam menghadapi masalah, lebih memperhatikan kesehatan dan mengubah pandangan saya tentang mereka yang bernasib seperti hazel, ternyata mereka adalah orang-orang yang memiliki semangat dan kekuatan menkjubkan. Tapi bagi mereka yang berada pada kedaan yang mirip dengan tokoh, cerita ini bisa menjadi sebuah racun yang membuyarkan harapan mereka.

    Oleh karena itu, menurut saya baik atau buruknya novel bergenre sick-lit bergantung pada siapa yang membacanya. Sick-lit bisa menjadi motivasi tapi bisa juga menjadi sesuatu yang mneghancurkan bergantung pada sudut pandang pembacanya. Sick-lit tidak perlu dihapuskan karena terkadang kita memang butuh cerita yang megingatkan kita bahwa life is’t not perfect. Sebagai gantinya kita para pembaca harus pintar-pintar memilih buku yang baik untuk kita. Jika suka dan bemanfaat silahkan lanjutkan tapi kalau nggak suka dan hanya menimbulkan peasaan dongkol lebih baik tinggalkan..:)

    ReplyDelete
  26. Nama : Arum Okta Sukarta
    Akun Fb : Aquh Arum
    Akun twitter : @okta_s3233pm

    * Buku yg bergenre sick -lit ini adalah buku- buku yang mengangkat penyakit sebagai tema
    utama ceritanya. Selama ini cerita yg berhubungan dg penyakit lalu kematian pasti ceritanya sedih, tapi dari cerita itu juga kita jg bisa mengambil pelajaran hidup.Misalnya gimana perjuangan so tokoh utama untuk melawan.penyakit itu, gimana dia tetep berusaha meyakinkan diri sendiri & org sekitarnya bahwa ia bisa sembuh , disisi lain kita bisa mengambil pelajaran lain bagaimana kita harus bisa memotivasi orang yg sedang sakit untuk segera sembuh . Karena yakinlah bahwa disetiap Kesedihan pasti akan ada pelajaran yg sangat berharga
    * Bagi penulis mungkin bisa jd genre Sicklit adalah sebuah tantangan karena orang" sudah menganggap genre seperti ini pasti akan berakhir menyedihkan, jadi tantangannya adalah bagaimana seorang penulis mematahkan anggapan tersebut dan bisa membuat akhir cerita yg bahagia. Dan bagaimana penulis bisa mengajak pembaca untuk terus membaca sampai diakhir cerita meskipun sipembaca itu sudah mengetahi Endingnya.

    ReplyDelete
  27. Nama: Dian Maharani
    Akun Twitter: @realdianmrani93
    Akun Facebook: Dian Maharani Neomu Yeppeo

    Wahh, ternyata cerita seperti ini termasuk ke sick-lit. Aku pikir masih tergolong teenlit, tapi teenlit yang menyedihkan :(
    Aku sebenarnya menyukai cerita dengan tema sick-lit, walau sebenarnya aku tidak menyukai cerita yang berujung sad-ending. Namun, justru menurutku jika cerita dengan tema sick-lit berujung happy-ending, ada sedikit yang mengganjal dihatiku. Memang terkadang beberapa orang berpikir, "Apa enaknya baca sick-lit? Baca itu seharusnya buat senang-senang, bukannya malah bikin sedih!". Menurutku, dan mungkin menurut beberapa orang, bacaan sick-lit bisa menjadi salah satu upaya agar kita bisa mensyukuri betapa nikmatnya hidup sehat, seperti apa sebuah perjuangan, dan bisa jadi arti dari kehidupan. Belum lagi jika tokoh utama cerita tersebut adalah laki-laki dan perempuan yang ditakdirkan bersama sebelum salah satu dari mereka yang mengalami sick-lit "pergi" dari cerita tersebut. Cara-cara tokoh "sehat" membahagiakan tokoh "sakit" untuk yang terakhir kalinya. Tentunya mengharu biru sekali :')
    Ada kalanya aku berpikir, "Mengapa tidak kekuatan cinta mengalah segalanya?". Namun, semakin aku dalami sebuah cerita sick-lit, alur cerita yang "mematikan" salah satu tokoh utama memberikan tambahan point tersendiri bagi pembaca, terlebih lagi jika penulisnya menambahkan bumbu-bumbu dramatisasi dipadu dengan kesedihan.

    ReplyDelete
  28. Nama: Regina Kencono Putri
    Akun twitter: @inase_michaelis
    Akun facebook: Regina Kencono Putri
    Pendapat tentang sick-lit:
    Sick-lit itu banyak maknanya dan amanat penting yang bisa dipetik.Pendek kata,genre ini memperingatkan pembacanya untuk nggak hanya melihat "ke atas",tapi juga supaya mau menengok "ke bawah".Sick-lit memang selalu bikin syok,sebel,marah,nggak tahan,kalau yang aku rasain setiap habis baca sick-lit.Rasanya pengen ngelabrak ato bahkan menuntut penulis yang nggak bisa jadi "pencipta" yang baik buat para tokohnya,tapi ini kan cuma fiksi,jadi habis berpikir gitu aku langsung melesat buat menyalahkan ceritanya aja,bukan penulisnya.
    Tapi aku nggak terlalu suka sama sick-lit,soalnya nggak jarang bikin aku teringat kesedihan dan luka hati yang sudah sempat lupa,soalnya konflik ceritanya mirip sama konflik hidupku.Tapi bukan itu aja,kadang aku sedih sama nangis gara-gara penggambaran perasaan sedih tokohnya yang meluap-luap meski konfliknya nggak sama kayak konflikku.Tapi aku kagum sama penulis sick-lit,karena mereka sukses bikin nangis pembacanya dengan berbuat sadis dan kejam pada tokoh-tokoh cerita mereka,ini salah satu harapanku kalo bisa jadi penulis.Tapi bukan berarti aku benci sick-lit,aku biasa aja sama genre ini,netral,nggak benci dan nggak suka,soalnya kebahagiaan yang sempat dialami tokohnya kadang bikin aku adem dari emosi sama endingnya yang biasanya sad ending.Menulis sick-lit pasti butuh kerja ekstra mikirin amanat sama penggambaran perasaan sedih yang bisa ditangkap pembacanya,jadi aku kagum dan nggak jadi ngelabrak penulis sick-lit.Menurutku begitu.

    ReplyDelete
  29. Nama : Hanna Asyifa
    Akun twitter : @hanna_asyifa05,
    akun facebook : https://www.facebook.com/hanna.asyivha
    Sick-lit menurut ku seperti semacam teenlit lainnya, tapi di teenlit ini biasanya mengunsur unsur sedih, percintaan dan kematian (banyak ending di setiap novel memakai ending ini). Sick-lit juga salah satu genre yang banyak digemari pembaca. Banyak penulis dari novel yang menggunakan genre ini yang berhasil menarik peminat pembaca (termasuk novel saya). Dalam genre Sick-lit, didalamnya berisi perjuangan hidup seseorang entah itu dari penyakitnya atau kematian, kesedihan (banyak orang yang menyukai unsur ini), percintaan (Semua orang mengalami percintaan). jadi tak heran dari ketiga unsur itu, genre Sick-lit banyak diminati oleh pembaca.

    ReplyDelete
  30. Nama : Siti Muthma'innah
    Twitter: @iindetya
    Fb : Siti Muthma'innah | fb.me/iindetya

    Sick-lit. The new genre. Bagus juga. Harusnya dari dulu ada genre kayak gini. Kenapa? Semakin hari hal-hal yang menyakitkan semakin banyak terjadi. Banyak penyakit yang semakin parah. Bahkan muncul kasus baru. Semakin banyak kasus bunuh diri. Dan sebagainya.

    Dengan adanya sick-lit kita akan semakin memahami kehidupan yang penuh penderitaan. Dan akhirnya konsep "saling menghargai" terealisasikan. Membaca fiksi bukan berarti hanya untuk bersenang-senang kan? Sudah seharusnya kita menambah banyak informasi dan mengaplikasikan pesan-pesan yang positif ke dalam kehidupan.

    Perihal sick-lit yang masuk ke dalam teenlit alias sicklit-bagiannya teenlit, sepertinya aku kurang setuju. Genre ini sudah seharusnya berdiri sendiri tanpa embel-embel. Mengingat kenyataan yang sebenarnya penuh dengan hal yang tidak menyenangkan bahkan kepedihan. Ya, kenyataan memang lebih kejam. Orang dewasa juga punya penderitaan juga kan? Hanya saja penderitaan mereka terlalu banyak (apalagi klo org dewasa di negara maju. wuiih). Jadi mungkin harus ditetapkan apa-apa saja yang termasuk sick-lit. Seberapa besar porsinya. Dan sebagainya.

    Memang untuk teenlit harus lebih diwaspadai. Mereka masih labil. Mereka ingin memperbanyak pengalaman, makanya keinginan untuk melakukan apa saja, tidak peduli baik atau buruk, sangat tinggi. Dalam hal ini, penulis harus hati-hati menyampaikan karyanya. Mereka harus mampu "membuat remaja mengerti" hal-hal yang negatif tersebut tidak bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Hanya sebagai pelajaran.

    Dan aku setuju. Sebaiknya pembaca juga tau kapan dan dalam kondisi yang bagaimana mereka dapat membaca karya ini. Karena bisa jadi setelah baca ini pembaca justru kehilangan semangat sampai depresi. Tentunya itu dijelaskan diawal. Reviewer punya kendali penting disini selain pihak penerbit, penulis, wartawan.

    ReplyDelete
  31. twitter; @chi_yennesy
    fb; chi yennesy damayanti
    sick-lit, jujur aku baru tau ada genre macam itu buat sebutan novel remaja yang bertema 'sakit', aku pernah baca novel surat kecil untuk Tuhannya Agnes Danovar, nontoN film dealova yang diangkat dari novelnya.. Kalau menurut aku, sakit itu realita, memang ada terjadi didunia ini. Bisa jadi kisah novel yang terinspirasi dari kenyataan si tokoh melawan penyakit, novel genre ini boleh buat kita baca buat menambah rasa syukur kita pada Tuhan masih diberi kesehata, dan menjaga kesehatan itu sebaik-baiknya. Mengharukan dan bikin mewek biasanya, asal gak lebay ya oke menurutku, tapi gak adik dijadikan semacam trend, jangan sampai semua orang berlomba-lomba nulis dengan tema ini, bisa suram dunia pernovelan, hahahaha....

    ReplyDelete
  32. Nama : Noelade Ratri Hananugraha
    Akun Twitter : @NoeladeRatr
    Akun Facebook : Noelade Ratri Hananugraha

    Pendapat kamu tentang sick-lit?

    Pendapatku tentang sick-lit, buatku sick-lit itu cerita yang sedih tapi membangkitkan. Kenapa? Karena dari berbagai novel yang bertema sick-lit seperti 3600 detik, TFIOS, My sister keeper, dealova, dll. Itu pasti ada banyak hal yang membuat kita menjadi semakin menghargai hidup. Dari setiap novel yang bertema sick-lit, pasti endingnya membuat salah satu tokoh mempunyai kehidupan yang lebih baik dengan mempunyai "teman" yang hanya memiliki sedikit waktu. Kalau buat aku, bukan hanya tokohnya saja yang menjadi lebih baik, akupun sebagai pembaca juga meraskan apa yang tokoh lain itu rasakan. Terkadang, aku memposisikan diri sebagai tokoh yang sakit, dan memposisikan sebagai tokoh yang merasakan kehilangan. Memang menyakitkan, tapi kita tetap harus bangkit. Itu yang aku suka dari setiap novel sick-lit :)

    Semoga saya beruntung. :)

    ReplyDelete
  33. Nama : Ayu Arista
    Twitter : @AyuArista16
    facebook : Seo Kyuu

    Jujur aku bru tau ada genre novel sicklit…. :D pendapat ku tentang sick-lit…. tentu aja bkin nangis :D kadang ngerasa kasian dan gk tega…. Aku lebih suka baca novel yg berakhir bahagia… :D

    ReplyDelete
  34. Nama : Siti Maryam
    Twitter : @aii_SM
    FB : Siti Maryam II

    Menurutku genre sicklit iti yang paling gampang di nikmati karena dekat dengan kehidupan sehari-hari, meski kadang ceritanya klise tapi selalu lebih banyak nilai moral yang kita dapat. Sejauh ini saya novel bergenre sicklit selalu sukses membuat saya tidak bisa move on dari para tokohnya

    ReplyDelete
  35. Nama: Adinda Putri Citradewi
    Twitter: @Adindaputri29D
    Facebook: Adinda Putri

    Novel sick-lit? Belum pernah denger, tapi udah tau artinya. Ceritanya yg terkesan mellow itu bener-bener bisa bikin orang yg membacanya menitikkan air matanya. Novel sick-lit yg terlalu sering kudenger itu The Fault In Our Stars yg mau di rilis filmnya. Aku belum baca ataupun punya novelnya. Tapi aku rada ragu mbacanya, soalnya takut terisak sama dada jadi sesek kalau mbaca. Jadinya nggak enakkan ?
    Walaupun agak lebay sih, tapi banyak ajaran moral yg dapat kita ambil dari cerita yg kita baca itu.
    Terimakasih giveawaynya yah...
    Semoga menang...semoga menang

    ReplyDelete
  36. Chintya Ririn
    @RirinKGS
    Fb: Chintya Ririn

    Ini pertama kalinya, aku mengetahui ada genre sick-lit. Aku menyukai cerita fiksi seperti itu. Ada saat yang mengharukan, berjuang terus hidup. Dan ending dari cerita terkadang tidak terduga. Seperti membaca novel 3600, novel yang pernah ku baca yang membuatku terharu...

    ReplyDelete
  37. Nama: Aubrey Biancanitta
    Akun twitter: @biancanitta
    Akun facebook: Aubrey Biancanitta

    Pendapatku tentang sick-lit atau sick literature adalah cerita yang sedih,bikin yang membaca/menontonnya bikin nangis,cukup inspiratif dan menceritakan tentang kehidupan keluarga dan hubungan si tokoh :D

    ReplyDelete
  38. Nama: Dewi Puji L
    Akun twitter: @dewi_liestary
    Facebook: Dewi Puji Liestary


    To be honest.. aku belum pernah baca novel ber-genre sick-lit hehehehee.. begitu membaca review di atas, aku jadi pengen baca novel itu >< aku dengan sengaja menghindari novel dengan genre seperti ini, karena aku termasuk type orang yang “susah move on” lmao xD dalam artian, ketika aku membaca novel dengan genre yang amat sangat menyedihkan, aku akan menangis dan susah untuk mengembalikan mode. Mode sedih itu akan kebawa selama beberapa hari kedepannya. Maka dari itu, saya sengaja menghindari genre yg seperti ini. Tapi jujur, bagi saya.. siapapun penulis yang menulis dengan genre seperti ini dan mampu membuat pembaca menangis dan larut kedalam ceritanya berarti dia HEBAT!! Karena menangis saat membaca itu menurut ku sulit. Bagi ku… orang dengan gampang menangis hanya dengan melihat, karena kejadian itu langsung dia lihat. Tetapi orang yang menangis karena membaca sesuatu itu berarti dia sedang membayangkan dan mencoba merasakan apabila kejadian pada tulisan itu terjadi pada dirinya sendiri. Hhehhehehehe :D

    Well .. sekian hehehehe.. wish me luck xD

    ReplyDelete
  39. Nama : Ade Anugrah
    Twitter : @adeanugrah11
    Fb : Ade Anugrah
    Bismillah,
    Salam Kenal^^
    "pendapat kamu tentang sick-lit"
    Sblum ikut blog tour dan bca post ini, aku gak tau ternyata kisah di novel yang tokoh utamanya sakit-sakitan dan berjuang untuk hidup itu bengenre sick-lit. Jdi aku ksih pndapatku ttg sick-lit seadanya aja yaa :D
    Sick-lit, genre yang pastinya banyak orang hindari krna cenderung berakhir dengan si tokoh utama mninggal atau biasanya disebut sad-end ada juga yg hap-end tpi yg jelas pasti air akan slalu jatuh kebawah dan tisu akan berserakan ktika mmbca novel sick-lit. Sperti novel karyanya kk Ilana Tan sunshine becomes you (Tokoh utama tdk slamat), dan Jjae Mayang Sweetest pain (Tokoh Utama slamat). Tpi ada stu sisi driku yg juga sgt ingin membca nvel genre ini bkn menghindarinya, krna kisahnya yg lbh mendalam. Dari perjuangannya utk ttp brtahan hidup, berusaha membuat org2 yg disekelilingnya bahagia. banyak pelajaran hidup yg didapat dri novel sperti ini. Stelah aku b'brapa kli bca novel genre sick-lit, aku smkin mengerti bahwa, jika mau berusaha pasti ada jalan, Hidup hnya skali jdi jgn disia-siakan, hidup ini tdk slalu berjalan lancar (psti ad cobaan), dn tdk ad yg tw apa yg akn trjadi besok, maka lakukan terbaik hari ini agar tdk menyesal esok hari.

    Yosh, Wish me Luck^^

    ReplyDelete
  40. Nama : Dewi Triantini
    Akun Twitter : @DewiTriantini
    Akun Facebook : Dewi Triantini

    Baru tau kalo cerita yang genrenya kaya ini namanya "sick-lit". Jadi selama ini aku menyukai novel yang bergenre "sick-lit" :D Aku suka sekali dengan cerita-cerita yang seperti ini, ntah kenapa. Tapi aku suka jika karakter-karakternya itu menjalani kehidupan yang susah, eitss bukan berarti aku senang melihat orang susah yaa :p Gak tau deh, intinya suka aja cerita yang gitu >< Apalagi sad ending, tambah suka deh xD

    ReplyDelete
  41. Qisty Aulia KhoiryJune 19, 2014 at 7:08 AM

    Nama : Qisty Aulia Khoiry
    Akun Twitter : @qstyak
    Akun Facebook: Qisty Aulia Khoiry

    Untuk novel genre sicklit, setuju sama pendapatnya kalo novel genre sicklit itu bisa bikin kita bersyukur, bisa bikin kita memahami arti hidup, tapi setiap hal pasti ada +/- sendiri-sendiri. Jadi secara general, aku kurang begitu menikmati novel genre sicklit kesannya kayak sinetron (tapi balik lagi, itu juga tergantung sama penulis yang pinter ngolah cerita dan bikin mindset pembaca kalo ini bukan sinetron, di novel Sunshine Becomes You dan The Fault In Our Stars entah kenapa aku nggak merasa "sinetron banget"). Ada novel sicklit yang aku pernah baca (Grey Sunflower) di novel itu semuanya serba kebetulan dan tokohnya sakit semua. Sejak saat itu awalnya aku mulai sebal dengan genre sicklit, namun perlahan-lahan pendapat itu mulai bisa menerima sedikit demi sedikit genre sicklit.
    Ya, sekian pendapat dari saya.
    Maaf, bila ada kata yang menyinggung.

    ReplyDelete
  42. Nama : Intan Novriza Kamala Sari
    Twitter : @inokari_
    Facebook : Intan Novriza Kamala Sari


    Hai kak, meski lumayan sering baca buku berending pedih, suram, sampe akhirnya ikutan bermellow-mellow ria, aku baru tau loh kalo ada yang namanya “sick-lit”. Seriusan :D

    Terus, gimana dong pendapat aku tentang sick-lit?

    Sejujurnya aku lebih suka baca cerita berending bahagia, nutup si buku dengan senyum merekah, ngebiarin riang meletup-letup di dada. Nggak hanya itu, kalo nulis cerita, aku juga lebih sering mengakhirinya dengan anti kepedihan. Aeh, nggak tega ah sama para tokohnya. Mending dibikin bahagia aja.

    Tapi nggak jarang juga aku nemu dan baca tuntas hingga lembar terakhir para buku bertema sick-lit. Meski nguras emosi *sampe nangis terisak-isah #meh*, meski kadang diakhiri dengan galau yang lumayan panjang *seusai baca*, meski kadang efek “nggak mau ngapa-ngapain” hadir usai baca si buku sick-lit.

    Diantara sekian efek “buruknya” itu, menurut aku, sick-lit tetap bisa dijadikan pilihan bacaan. Manfaatnya tetap ada kok..

    Sick-lit sebenarnya secara gamblang nunjukin ke pembaca kalo hidup nggak melulu bicara tentang Happy Ending. Setiap orang pasti punya masalah, derita, kepedihan, kekurangan, namun setiap orang juga sebenarnya punya amunisi buat melawan itu semua. Untuk survive, kita kan nggak perlu coba-coba ngeluarin sembarang amunisi buat melawan kepedihan yang dirasain? Kita bisa kok belajar dari apa yang dilakukan orang lain. Jadi, kalo sewaktu-waktu kita ngalamin kepedihan serupa dengan kepedihan para tokoh pada sick-lit, kita udah tau dengan jelas, amunisi model bagaimana yang harus dikeluarkan.

    Lewat sick-lit, kita juga harus tau kalo sakit dan luka memang ada. Tapi penyembuhnya pasti ada, meski kadang nggak sesuai sama maunya kita. Tapi pasti sesuai deh sama maunya penulis scenario terhebat : Tuhan. Beneran deh! :D

    Ihiiii, tapi tetep deng, jangan terlalu sering juga baca sick-lit, bahaya juga kalo isi kepala kita hanya dipenuhi dengan kesedihan. Bisa nangis dan galau berkepanjangan dong. Ehe, solusinya, bacalah “teenlit normal” kala hati kita juga sedang dalam kondisi normal. Sedang, bacalah sick-lit kala hati tengah kekurangan rasa syukur, kala hati hanya dipenuhi keluhan-keluhan tentang hidup, kala jiwa tengah lelah merasakan kesendirian dalam luka.

    Makasih kak :D

    ReplyDelete
  43. Nama : Rin Agustia Nur Maulida
    Twitter : @Rinchan34
    Faccebook : Rin Agustia Nur Maulida

    Aku ikutan juga ya Kak. Aku itu tipe orang yang suka banget dengan kisah happy ending. Kenapa? Ya, itu hanya karena kisah happy ending adalah akhir cerita yang selalu diinginkan oleh banyak orang. Banyak orang yang tidak mengharapkan akhir kisah mereka akan menjadi sad ending. Tapi, walaupun aku sukanya dengan kisah-kisah happy ending, itu tidak menutup kemungkinan aku juga suka membaca novel-novel yang berujung sad ending. Ada beberapa novel Sick-lit yang pernah aku baca seperti Dealova, Summer Breze, Truth About Forever, dan beberapa lagi lainnya. Dan, menurutku, novel-novel tersebut malah lebih keren dari novel-novel happy ending yang sering aku baca.

    Bagi aku, novel Sick-lit itu lebih banyak memberi kita pelajaran dalam kehidupan. Misalnya, kita akan lebih mensyukuri nikmat sehat yang Tuhan berikan pada kita. Kita jadi lebih bisa menghargai waktu yang diberikan oleh Tuhan untuk kita. Kita juga diajarkan untuk tegar. Seperti tokoh-tokoh yang ada di dalam novel tersebut. Walaupun mereka ditakdirkan seperti itu, tapi mereka malah lebih bersemangat dalam menjalani sisa waktu yang mereka miliki.

    Selain itu, bagi aku, novel genre sick-lit ini malah selalu melekat dalam ingatan kita. Akan sulit melupakan sebuah kisah yang sangat menyentuh hati kita. Dari novel Sick-lit aku juga belajar kalau kehidupan itu tidak selalu berakhir dengan happy ending. Hanya itu pendapat aku tentang novel sick-lit. Wish me luck ^_^

    ReplyDelete
  44. Nama : Windy Agustin
    Twitter :@windyagustin8
    Facebook : Alicia Cho

    Genre Sick-lit? Baru tau kalau ada juga genre macam ini, aku udah pernah baca Thirteen Reasons Why dan TFIOS masih jalan, ga tau kalau itu termasuk sick-lit, kirain cuma sad-story, hehe… Baca sick-lit emang bikin nyesek, nangis, dan merasa kasihan sama tokoh utamanya, mengaduk emosi pokoknya. Aku sih jenis pembaca yang mau membaca genre apa aja, ga melulu harus happy-ending, aku malah suka yang sad-ending karena ga begitu pasaran kayak happy-end. Termasuk sick-lit yang biasanya suram tapi bagus sih, ngebaca sick-lit itu bisa membuat pembaca lebih menghargai keadaan mereka, khususnya bagi pembaca yang sehat wal-afiat karena ga punya penyakit seperti tokoh cerita yang dibacanya. Tapi yah tergantung juga sih, ada juga pembaca yang malah memaki setelah baca novel yang isinya penyakitan, yah tiap orang kan beda2. Kalau aku sih, ambil positifnya aja, yah itu tadi, bersyukur lah seenggaknya aku masih diberi kesehatan oleh Tuhan. Sick-lit genre yang bagus kalau menurutku, meski suram dan kesannya berat untuk remaja tapi hidup ini kan ga selalu bahagia, dan cerita fiksi ga selalu harus mengangkat tema percintaan khas remaja jaman sekarang. Ada banyak kisah nyata suram di luar sana, dan apa salahnya kalau cerita semacam itu dinovelkan?

    ReplyDelete
  45. harus di tweet tiap hari atau cukup sekali aja?

    ReplyDelete
  46. Nama : Meilina
    Twitter : @meilinakartz
    Facebook : Mei Li Na

    Tentang tema sick-lit
    menurutku ini tema yang "menyebalkan". Karena biasanya sad ending, tokohnya meninggal. Dan biasanya setelah aku selesai baca aku bilang "kenapa harus meninggal?! tapi kalo nggak meninggal emang ada orang sakit parah bisa sembuh?" itu yang bikin aku sebel. Tapi dengan tema sick-lit ini, aku bisa nambah pengetahuan tentang beberapa penyakit, karena aku orangnya takut dengan penyakit yang mengerikan dan sepertinya tema sick-lit bisa jadi solusi. Dan dari sick-lit ini kita juga bisa mengetahui apa yang mereka lakukan untuk bertahan hidup.

    ReplyDelete
  47. Hi Siti, untuk 1 tweet=1 entry. Meski demikian, satu kali tweet saja per periode cukup kok :)

    ReplyDelete
  48. Nama : Frizma Yuanita P
    Twitter : @frzmaaayp | Facebook : Frizma Yuanita
    Novel ber-genre sick-lit?

    Saya ingin bercerita sedikit untuk mengawali pendapat saya mengenai novel bergenre sick-lit. Ketika sebelum saya membaca novel secara keseluruhan namun saya sudah mengetahui bahwa sang tokoh akan beradu dengan penyakit ada dua hal tentang ending novel itu yang terbenak di otak saya :
    1. Novelnya pasti sad ending, sang tokoh menyembunyikan penyakitnya hingga akhirnya Ia meninggal. Keluarga & teman-teman sangat terpukul
    2. Di akhir cerita, tiba tiba saja berubah alur. si tokoh nggak beneran sakit, itu semua hanya kesalahan dokter. Akhirnya happy ending

    Sebenarnya sangat menyebalkan ketika sebuah novel mempunyai alur dan ending yang mudah ditebak seperti itu jadi pembaca sudah malas untuk melanjutkan sampai akhir. Genre sick-lit pada novel juga termasuk genre sederhana yang selalu di pakai beberapa penulis. Genre sick-lit pun biasanya endingnya mudah ditebak karena se-sederhananya itu.

    Lalu apa istimewanya genre sick-lit? Mengapa masih banyak penulis yang menggunakan genre tersebut? Ini dia pendapat saya.

    Meskipun genre sick-lit itu sederhana, mudah ditebak endingnya namun genre tersebut memiliki kelebihan. Penulis kebanyakan menggunakan genre tersebut, dengan kemampuan mereka, mereka akan membuat sebuah alur cerita yang berbeda, complicated dan POKOKNYA NGENA! meskipun endingnya sudah bisa ditebak, meninggal. Itulah yang ditunggu oleh pembaca.
    Saya juga punya daftar fav novel yang bergenre sick lit, yang pada umumnya memilik ending sang tokoh meninggal. tapi semua novel itu memiliki alur cerita berbeda meskipun bergenre sama, memiliki ending yang sama. Ya semuanya tergantung bagaimana penulis melurus membelok memutarkan alurnya.

    Kesimpulannya, saya suka dengan genre sick-lit:) SELESA! Terimakasih sudah memberikan saya berpendapat disini, semoga saya menang untuk give away kali ini dan bisa ikutan give away yang finale. Goodluck buat yang lainnya:)

    ReplyDelete
  49. Menurut aku, sick-lit itu menguras emosi banget, karena kita diajak untuk ikut merasakan perjuangan sang tokoh. belum lagi kalau misalkan ada masalah lain yang membuat hatinya semakin sedih. Gak tega banget bacanya :(

    ReplyDelete
  50. Nama: Fithriyah Rahmawati
    Akun twitter: @fima_firawati
    Akun facebook: Fitria Rahma

    Sick-lit? Saya baru tahu lho ada genre novel bernama sick-lit. Menurut saya nih setelah melihat kata sick, sick-lit itu genre novel tentang kisah tokoh utama yang menjalani kehidupan bersama penyakit yang bersarang di tubuhnya. Entah itu kisahnya akan berakhir bahagia atau sedih. Tapi, rasanya sih kebanyakan berakhir sedih - berdasarkan novel yang saya tahu.

    Lewat kisah itu, kita akan belajar apa arti sehat itu dan bersyukur atas nikmat sehat yang Tuhan berikan untuk kita. Sehat selalu untuk teman-teman semua. ^_^

    1. Sudah
    2. Sudah
    3. Sudah
    4. Sudah
    5. Sudah
    6. Sudah

    ReplyDelete
  51. Nama: Melani Ika Savitri
    Twitter : @aii_vitri
    Facebook: Melani Ika Savitri (Hana Mahdiyyah)

    menurut saya pembagian genre novel/cerpen dan karya sastra lainnya memang disesuaikan perkembangan dan kebutuhan. contohnya aja sick-lit ini. para penulis tempo dulu pasti belum mengenal, karena genre ini muncul seiring gencarnya terbitan novel teen-lit, yang kemudian dibagi lagi. saya pernah sih baca novel seperti ini, tapi lebih ke versi dewasa, demikian juga film. buat orang yang ingin lebih berempati pada sesama genre semacam ini layak dibaca. tapi kalau yang mudah terhanyut dan malah jadi termehek-mehek emosinya, lebih baik disisihkan dulu dan baca genre yang lebih segar, riang, bersemangat, atau gokil. saya sendiri melankolis dan suka cerita-cerita berakhir tragis, hehe.. toh hidup nggak mungkin mulus kan? yang penting state of mind kita sih..
    nice post, interesting novel :)

    ReplyDelete
  52. Nama: Afifah Mazaya
    akun twitter: @FifNoor
    akun facebook: Afifah Mazaya

    Pendapat tentang sicklit? Apa, ya? Itu kan salah satu genre, jadi bingung ngasih pendapatnya. Aku sih suka-suka aja dengan genre ini, selama gak dipadukan dengan hal yang gak aku suka, misalnya sakitnya juga sakit mental. Aku mending baca horror daripada baca tentang gangguan mental karena bikin aku sakit kepala.
    Aku belum terlalu banyak baca sicklit, soalnya biasanya aku juga gak tau suatu buku sicklit atau bukan. Tapi aku cukup sering nonton film yang semacam sicklit. Dan dari semua novel dan film yang pernah aku lahap, aku justru merasa lebih bahagia daripada ketika baca atau nonton yang bukan sicklit. Mungkin awalnya memang agak nambah depresi, tapi begitu ending, walapun tokohnya meninggal, aku tetap ngerasa puas dan senang. Mungkin ini karena sicklit juga mengajarkan kita untuk mempersiapkan hal yang lebih buruk daripada sakit yang kita alami sendiri, yaitu kehilangan orang yang disayangi. Well, sicklit juga tentunya mengajarkan untuk menerima dan berjuang ketika kita merasa dunia gak adil dengan melimpahkan penyakit itu.
    Tapi, ada satu hal yang dari dulu belum bisa kujawab sendiri. Sicklit yang berkaitan dengan true love, begitu ditinggal tokoh yang sakit, nasib kehidupan cinta pasangan tokoh tersebut gimana? Setahuku, manusia hanya bisa mencintai dengan sangat dalam kepada satu orang. Jadi, kalau ada orang lain, cintanya gak akan sama besar. Jadi, sebelum menjalin hubungan serius, harus terbuka dulu tentang hal ini kepada orang yang akan diajak menjalin hubungan?

    ReplyDelete
  53. Lita Andriana (@Litaa_FAN)June 22, 2014 at 5:10 PM

    Nama : Lita Andriana
    Twitter : @Litaa_FAN
    Facebook : Lita Aldriana

    link share : https://twitter.com/Litaa_FAN/status/480547542346657792

    Sicklit itu menurutku walau bikin nangis tapi kalau aku suka ceritanya ya favorit .. Kayak the fault in our stars .. Semoga novel ini bisa kayak the fault.
    Novel maupun film tema kayak gini , aku juga suka. Karna selalu ada yg bisa dipetik

    ReplyDelete
  54. Nama : Lin Ulfah Minnati
    Twitter : @eubbbeeeee
    Facebook : Lin Ulfah Minnati

    Baru tahu kalau cerita kaya begitu ada genrenya sendiri, sick-lit.
    Kalau dilihat dari namanya, dan ceritanya, menurut saya sick-lit ini lebih ke si tokoh yang menderita penyakit tertentu, subjeknya remaja tentunya. Saya pribadi sih ngga begitu suka sama genre ini, sakit.. akhirnya berujung pada kematian, menyedihkan, menyakitkan, terbawa suasananya tuh kaya ngga habis-habis, mungkin.. terlalu.. mainstream? Hehe.
    Kata orang, genre ini bagus banget, dengan baca novel aja kita jadi bisa lebih memaknai hidup. Ngga ada yang salah memang. Itu kan kembali ke diri kita masing-masing, seperti yang Kak Zelie bilang.. bacalah selama kamu suka.

    ReplyDelete
  55. […] Tidak butuh waktu lama buat saya menyelesaikan novel ini. Oh ya, review saya untuk buku ini sudah dipublish di sini. […]

    ReplyDelete
  56. Nama : Ayun Susanti
    Twitter : @yunay1107
    Facebook : Yuna Lazuardi Lockhart

    Persyaratan 1-5 sudah dilaksanakan :D

    Well, menurutku soal genre sick-lit ini mempunyai 2 sisi. Satu positive (+) dan satunya negatif (-). Dan di kedua sisi itu juga ada kekeurangan dan kelebihannya masing-masing.

    Menurutku, buku bergenre sick-lit ini akan menjadi positive apabila dia 'menemukan' pembaca yang bisa benar-benar memahaminya. Dalam artian si pembaca adalah orang yang pengertian. Sehingga ia bisa menyukai buku jenis ini. Karena sebenarnya buku sick-lit, meskipun mengarah pada sad, angst, hurt, atau bahkan comfort, mereka menyimpan suatu makna yang besar. Buktinya ? Tidak sedikit orang yang lebih mengerti arti hidup karena membaca sick-lit.

    Dan yang kedua, buku jenis ini bisa menjadi negative, apabila sang 'pemaca' adalah seseorang yang memang sifat dasarnya sudah melankolis (seperti yg kak zelie katakan). Buku genre ini, kalau ketemu dengan pembaca itu, memang akan mengakiatkan kemungkinan2 yang tidak diinginkan. misalnya : setelah memaca buku, si pembaca akan merasa galau tingkat dewa. atau yang lebih buruk lagi (jka dia memiliki imajinasi tinggi) dia akan merasa sama menyedihkannya dengan akhir cerita itu (bila sad ending, tapi rata2 buku jenis ini sad ending)

    Kesimpulan :
    Intinya baik atau tidaknya genre ini tergantung dari perspektif pembaca. Karena buku itu diciptakan untuk pembaca. Dan pembaca itu bukan hanya diri kita sendiri, tapi masih banyak orang lain diluar sana. So, bacalah apa yang memang ingin kamu baca.

    ReplyDelete
  57. Nama : atik azka faoziah
    acc fb : Atik Azka
    acc twitter : 14aprl

    sick-lit ya kak? Menurutku novel yg bergenre sick-lit itu lebih ke memberi inspirasi ke pembaca. Biasanya gimana cara menghadapi hidup ini walaupun kamu punya penyakit yg begitu serius, menghadapi pandangan" orang tentang keadaan kamu. Jadi, menurutku novel sick-lit itu positif bahkan mungkin wajib dibaca ^^

    ReplyDelete
  58. Nama: Hafshah Shafya Sungkar
    Twitter: shafyaasungkar
    Facebook: Hafshah Shafya Sungkar

    Genre sicklit.. em, jujur baru tau kalo dibuat genre.

    Kalo dari namanya, sicklit, kayanya pasti ga jauh dari kata penyakit. entah mental atau fisik.

    Dari beberapa novel yang berhubungan dengan penyakit--yang baru saya sadari kalo mungkin itu memang sicklit--yang pernah saya baca, sicklit buat saya adalah genre yang sekali dengar, gabisa jauh dari kata sad ending. Walaupun saya gatau pastinya karena mungkin aja ada genre sicklit yang happy ending.

    Karena kebanyakan bercerita tentang si tokoh utama yang menderita penyakit, bagaimana dia bisa menerima penyakitnya, bagaimana dia menghadapi penyakitnya, bagaimana reaksi orang sekitarnya, bagaimana dia meneruskan hidupnya padahal dia tau kematian udah siap menjemputnya. Dan ada suatu faktor,hal atau biasanya seseorang yang akhirnya menjadi alasan
    dan memberi dia kekuatan dan keyakinan untuk terus hidup, untuk percaya adanya keajaiban.

    Dari novel bergenre sicklit, setidaknya kita akan terpaksa menyadari: seberapa mahalnya sehat. seberapa penting arti hidup. berapa banyak orang yang harus berjuang hanya untuk bernapas. Dan kita akan belajar bersyukur atas semua itu, dan tidak mengeluh dengan hidup yang kita jalani. Karena setidaknya kita masih diberi kesempatan itu. Kesempatan untuk hidup.

    Dan kita akan menyadari. Ya, kita memang tau kita akan terus makan minum tidur, (sekedar) hidup, walaupun kita tau pada akhirnya kita akan mati. Tapi kesempatan untuk (sekedar) hidup itu, betapa banyak orang mendambakannya. Maka kita akan belajar untuk tidak menyianyiakannya.

    Jangab pikirkan sadendingnya, hanya cobalah memahami maknanya. ^^

    ReplyDelete
  59. Aku suka novel yg sad ending sih jadinya ya aku suka sicklit (tpi dlm keadaan tertentu aja) karena pas baca sicklit pas lagi sedih krn galau gitu malah bikin nangis ga berhenti2 tp jadi bisa mensyukuri anugerah kehidupan yg dikasih Tuhan oleh kita abis baca sicklit…

    Nama: Yuniar Saraswati
    Twitter: @yurizkyyy
    Fb: Yuniar Saraswati

    ReplyDelete
  60. […] membaca People Like Us dan lanjut dengan Girls in the Dark, saya jadi semacam ketagihan […]

    ReplyDelete
  61. […] juga masih bisa ikutan giveaway finale, sesuai dengan cara yang bisa kamu cek di akhir postingan People Like Us […]

    ReplyDelete
  62. […] People Like Us – Yosephine Monica (June 2014) […]

    ReplyDelete
  63. […] di blog tour People Like Us saya membahas mengenai genre buku tersebut, sekarang saya ingin membedah buku tersebut dari sisi […]

    ReplyDelete
  64. […] membaca People Like Us, saya menjadi harapan yang cukup tinggi untuk buku ini. Tentu saja karena keduanya sama-sama […]

    ReplyDelete
  65. […] Semoga saja saya bisa menyukai buku ini seperti saya senang membaca The Fault in Our Stars dan People Like Us. […]

    ReplyDelete