Agak shock, ya, pas gue ngitung udah berapa tahun lewat dan sadar kalau itu 6 tahun lalu. Belum terlalu lama, sebenernya. Tapi, banyak banget hal yang udah terjadi selama 6 tahun yang berselang ini.
Sejujurnya, gue udah agak lupa apa sebenernya alasan gue suka kalimat ini. Oh ya,secara lengkap sebenernya kalimatnya adalah
"Everything is nothing, nothing is everything"
Kata temen gue, itu mirip sama filosofi Tong Sam Cong, "Kosong adalah isi, Isi adalah kosong" Tapi, gue enggak terima, ya. Kita anggep aja itu enggak mirip. Gue kan mau terkesan hebat gitu, punya filosofi sendiri :p
Okay, jadi, sebenernya, gue baru inget sama kata-kata ini beberapa hari yang lalu.
Entah kenapa, gue sempet lupa gitu kalau ini adalah kalimat favorit gue.
However, gue jadi nginget lagi hal-hal yang gue inget (note: gue termasuk pelupa yang parah) Terus gue sedikit berusaha untuk nyari tau apa aja yang berubah selama 6 tahun lewat.
Tentu aja banyak, ya.
Gue bukan lagi anak sekolah, udah enggak pake seragam dari pagi sampe sore setiap hari sekolah. Udah enggak mau jajan di sembarangan tempat. Mulai sering pake make-up kalau mau pergi. Rajin pake parfum.
Yang paling mendasar, cara pandang gue berubah cukup jauh.
Prinsip-prinsip dalam hidup gue juga ada yang berubah. Apa yang gue pikir enggak akan berubah, ternyata bisa berubah. Entah itu karena keadaan atau karena kesadaran, yang pasti karena ada kemauan, entah itu keterpaksaan atau tidak.
Dan setelah enam tahun lewat, gue merasa makin yakin dengan kata-kata ini - everything is nothing.
Pada dasarnya, most of us tau kalau kita enggak bisa dapet semua yang kita mau. Kita diajarkan untuk punya prioritas. Sayangnya, banyak dari kita -termasuk gue- berakhir dengan menjadikan prioritas itu segalanya.
Kita mau banget jadi sarjana dengan gelar cum laude, kita belajar sepenuh hati, jiwa dan raga. Tapi, enggak jaga kesehatan fisik dan psikis kita. Lebih jauh, enggak ngejaga hubungan sosial dengan orang lain.
Mungkin kita akan tetep dapet apa yang kita mau, tapi kalau kita mengorbankan segalanya hanya untuk satu hal, apa gunanya?
Kita mungkin akan bahagia tapi itu bakal jadi bahagia yang pendek, enggak tahan lama.
Bukan berarti kita juga tidak perlu prioritas. Kalau kita tidak punya prioritas, jadinya bisa berantakan juga. Prioritas membantu kita dalam membuat keputusan, baik untuk jangka pendek ataupun jangka panjang. Untuk hubungan kita dengan orang lain, maupun hubungan dengan diri kita sendiri.
Salah satu buku favorit gue adalah Respect Yourself karya Patricia Spadaro.
Buku itu menjabarkan dengan bahasa yang ringan tapi kaya dengan informasi yang akan memperluas wawasan kita, sekaligus membantu kita dalam memahami konsep paradoks dalam kehidupan.
Dituliskan dengan baik bagaimana kita harus mencintai diri kita sendiri sebelum kita mencintai orang lain. Dan, bagaimana dengan mencintai orang lain, kita akan menemukan keutuhan dalam diri kita.
Very recommended book. Coba dibeli, dibaca dan direnungkan :p
Gue belajar kalau manusia terus mengejar kesempurnaan yang semu. Banyak orang yang fokus pada hal yang tidak penting sehingga kehilangan hal yang penting. Ada juga yang begitu fokus pada satu hal hingga mengabaikan hal sepele yang sebenarnya bisa merubah hidupnya dalam sekejap.
Ignorance is a bliss, itu kata temen gue.
Gue sedikit setuju karena gue rasa,kadang kita terlalu peduli pada hal yang sebenernya enggak penting. Atau, peduli pada orang yang tidak pantas dipedulikan. Bisa juga, peduli pada orang yang tidak perlu dipedulikan.
Apapun, gue belajar, tidak untuk mencari kesempurnaan, tidak berusaha menjadi sempurna, tidak menuntut orang lain untuk sempurna.
Hope you all get my point.
Cheers!
:D
0 Comments